Akhir pemerintahan langsung militer yang diatur dengan saksama itu memasuki tahap akhir dalam lomba yang terutama di antara dua partai dukungan tentara.
Pemilu yang pertama kali
”Mereka akan mempertahankan status quo dan hanya memerlukan mayoritas kecil untuk melakukan itu,” kata Win Min, seorang akademisi Myanmar di pengasingan yang juga ahli mengenai militer negara itu. ”Yakinlah bahwa para jenderal itu ingin menang dan mereka ingin menang besar.”
Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (USDP) adalah kendaraan politik utama militer, mengajukan 27 menteri yang masih menjabat ditambah jenderal-jenderal yang baru saja pensiun dan mengakui mempunyai 18 juta anggota di antara 28 juta pemilih.
USDP telah mendominasi kampanye dan mengajukan 1.112 calon untuk 1.158 kursi yang diperebutkan. Satu-satunya tantangan datang dari Partai Persatuan Nasional (NUP), sebuah wahana lain bagi militer, yang mengajukan 980 kandidat.
Menambah mulus jalan bagi militer untuk menguasai parlemen, ada kuota 25 persen kursi untuk para jenderal di semua majelis. Itu artinya salah satu partai dukungan militer itu hanya perlu memenangi 26 persen dari sisa kursi agar militer bisa menguasai parlemen.
Ada 35 partai lain yang berjuang mendapat tempat di parlemen nasional dua dewan dan 14 dewan perwakilan daerah itu. Tak satu pun dari 35 partai itu yang mengajukan cukup calon untuk menang atau bisa menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam politik.
Namun, beberapa kandidat berharap bahwa mungkin pemilu itu bisa menandai mulainya sebuah era baru di Myanmar.
”Kami tidak percaya ini sebuah pemilu yang jujur dan adil,” kata Phone Win, pendiri sebuah organisasi bantuan yang mengajukan diri sebagai kandidat independen di Yangon. ”... Ini mungkin bisa benar-benar mengubah Myanmar atau mungkin juga tidak.”
”Pemilu ini, dengan kekurangannya, bisa menjadi sebuah
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.