Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengaruh AS di Irak Mulai Surut

Kompas.com - 23/10/2010, 03:44 WIB

Baghdad, Kamis - Pengaruh Amerika Serikat di Irak ditengarai menyusut beberapa bulan terakhir ini. Politisi Irak kini berani mengatakan ”tidak” terhadap nasihat AS soal pembentukan pemerintah baru. Sebaliknya, politisi Irak lebih senang berkonsultasi dengan negara tetangga, khususnya Iran.

Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki belum lama ini melawat ke sejumlah negara untuk mencari dukungan bagi upaya menduduki kembali kursi PM Irak dalam pemerintahan baru mendatang. Al-Maliki di antaranya mengunjungi Suriah, Jordania, Iran, Mesir, dan Turki.

Pemimpin Koalisi Daftar Irak Iyad Allawi (pesaing utama Al-Maliki) dua pekan lalu juga mengadakan lawatan ke sejumlah negara, seperti Mesir, Suriah, Kuwait, dan Arab Saudi.

”Politisi Irak tidak merespons saran AS. Kami tidak membayar dengan memberikan perhatian besar kepada mereka (AS). Lemahnya pengaruh AS itu memberi negara-negara tetangga peluang untuk mengembangkan lebih besar sayap pengaruhnya dalam urusan Irak,” ujar anggota parlemen dari Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri al-Maliki, Sami al-Ansari, seperti dikutip kantor berita AP, Kamis (21/10).

Menurut anggota parlemen dari Kurdistan, Mahmoud Othman, Duta Besar Iran di Irak lebih besar pengaruhnya daripada Wakil Presiden AS Joe Biden.

Joe Biden dikenal sebagai arsitek politik AS di Irak pada era pemerintahan Presiden Barack Obama saat ini. Biden kerap melakukan lobi dengan politisi Irak dan telah melakukan enam kali kunjungan ke Irak selama dua tahun terakhir ini.

Kesepahaman

Analis politik harian Al Hayat, Raghida Dargam, mengatakan, AS telah menjalin kesepahaman dengan Iran dan Suriah untuk mengantarkan Nouri al-Maliki, yang partainya menduduki posisi kedua pada pemilu legislatif bulan Maret, untuk kembali menduduki posisi PM Irak.

Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri al-Maliki meraih 89 kursi parlemen, di bawah Koalisi Daftar Irak pimpinan tokoh Syiah sekuler, Iyad Allawi, yang meraih 91 kursi.

Menurut Dargam, AS terpaksa melakukan kompromi dengan Iran soal figur penjabat PM Irak mendatang demi menyelamatkan proses politik ciptaan AS di Irak setelah tumbangnya Saddam Hussein.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com