Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

85 WNA Ditangkap di Gunung Kidul

Kompas.com - 18/10/2010, 04:29 WIB

Gunung Kidul, Kompas - Sebanyak 85 warga negara asing yang diduga imigran gelap ditangkap saat berada di kapal penangkap ikan di wilayah Pantai Ngrenehan, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Minggu (17/10). Di Banten, kapal pengangkut 85 imigran yang diduga berasal dari Sri Lanka dilaporkan terdampar di Pulau Panaitan.

Imigran gelap yang ditangkap polisi di Gunung Kidul menyewa kapal tradisional nelayan di Pantai Gesing untuk menuju kapal utama, yakni kapal ikan berbobot 10 gross ton, di kawasan Pantai Ngrenehan, 1 mil dari pantai.

Dengan kejadian ini, Pantai Gesing berarti sudah tiga kali dijadikan tempat transit selama tahun ini. Tanggal 27 Juni lalu, 80 imigran asal Afganistan menyeberang dari Pantai Gesing ke Pantai Ngrenehan. Saat itu mereka menggunakan perahu nelayan. Tanggal 1 Juli 2010, 30 imigran, juga asal Afganistan, melakukan hal serupa.

Dari 85 imigran Afganistan dan Iran yang ditangkap kemarin, 15 orang di antaranya adalah anak balita, termasuk seorang bayi berusia belum satu bulan. Mereka diperiksa di Kepolisian Resor (Polres) Gunung Kidul.

Untuk penyidikan, polisi juga meminta keterangan 10 warga Indonesia yang diyakini membantu imigran tersebut. Beberapa di antaranya adalah nakhoda kapal dan anak buah kapal terkait. Dari mereka, polisi menyita uang sekitar Rp 100 juta yang diduga upah jasa menyeberangkan imigran tersebut dari pantai ke kapal utama.

”Secara geografis, pantai-pantai Gunung Kidul memungkinkan jadi pintu gerbang bagi mereka (imigran gelap). Kami akan mengantisipasi ini dan berharap informasi dari masyarakat. Dugaan kami, mereka hendak mencari suaka politik ke Australia akibat kondisi politik di dalam negeri mereka tak nyaman,” ujar Ajun Komisaris Asep Nalaludin, Kepala Polres Gunung Kidul.

Wisata

Salah seorang imigran yang ditangkap, Maikl (31), warga Iran, mengatakan, dia bukan imigran gelap, melainkan turis yang menikmati paket perjalanan wisata yang ditawarkan sebuah biro perjalanan wisata. ”Saya berangkat sendiri dan tak saling kenal,” katanya.

Pria yang mengaku pekerjaannya berdagang cincin dan perhiasan itu menambahkan, sebelumnya dia sudah berwisata ke Jakarta dan Cisarua, Bogor. Ketika diarahkan naik perahu dan menyeberang menuju kapal, ia pun heran.

Maikl dan sejumlah imigran mengaku punya paspor, tetapi sebagian mengatakan paspor mereka hilang.

Menurut Asep, mereka yang ditangkap itu umumnya berangkat dari Cisarua. ”Dari wawancara penyidik kami lewat penerjemah, mereka menuju Australia. Tampaknya, skenario mereka sudah matang,” katanya.

Dari Banten diinformasikan, kapal pengangkut 85 orang imigran yang diduga berasal dari Sri Lanka dilaporkan terdampar di Pulau Panaitan, perairan Selat Sunda. Tim dari Direktorat Kepolisian Air Kepolisian Daerah (Polda) Banten dikirim ke Panaitan untuk mengecek.

Kepala Seksi Penegakan Hukum Direktorat Kepolisian Air Polda Banten Inspektur Satu Arisandi mengatakan, informasi awal mengenai terdamparnya kapal imigran itu diperoleh dari nelayan yang sedang memancing di perairan Selat Sunda.

”Tadi malam ada tiga imigran yang memisahkan diri dari rombongan untuk mencari perbekalan. Ketiganya kemudian bertemu dengan nelayan yang sedang berada di kapal pancing,” kata Arisandi.

Dari ketiga orang itulah diperoleh informasi bahwa kapal yang terdampar di Pulau Panaitan berisi 85 imigran. Nelayan kemudian melaporkannya ke Pos Polisi Air di Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten. (PRA/CAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com