Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Gerakan RMS di Belanda

Kompas.com - 07/10/2010, 09:41 WIB
PASCAL S BIN SAJU

KOMPAS.com — Sebagai warga negara kesatuan Republik Indonesia tentu saja terkejut ketika warga Belanda keturunan Maluku mengisukan lagi konsep separatis Republik Maluku Selatan. Ini jelas menjadi masalah karena konsep negara kesatuan sudah final pada 17 Agustus 1945.

Tentara Indonesia juga sudah menumpas RMS setelah sejumlah tokoh RMS memproklamasikan kemerdekaan pada April 1950. Setidaknya, mulai 14 Juli 1950 pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-pos penting RMS hingga tuntas pada November 1950. Indonesia juga telah memenjarakan banyak tokoh separatis RMS.

Namun, pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku Selatan, juga tentara KNIL beserta keluarga berjumlah 12.500 orang, mengungsi ke Belanda. Saat itu mereka diyakinin mengungsi untuk sementara saja.

Namun, Belanda terus memberikan ruang gerak yang leluasa kepada aktivis pro-RMS di negaranya. Belanda memberikan kebebasan kepada pemerintah RMS untuk tetap menjalankan semua kebijakan layaknya sebuah pemerintahan yang memiliki lembaga sosial, politik, keamanan, dan luar negeri.

Komunikasi antara pemerintahan RMS di Belanda dengan para menteri dan para birokrat mereka di Ambon berjalan lancar dan terkendali.

Keadaan ini membuat Jakarta mengeluarkan perintah untuk menangkap seluruh pimpinan RSM dan pengikutnya. Para tokoh RMS Belanda tak menyerah dan membentuk pemerintahan di pengasingan.

Pada 1975 kelompok separatis radikal RMS berulah kembali. Mereka merampas sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpang. Kelompok sempalan yang tidak dikenal, yang diduga aktivis pro-RMS, pada tahun 1977 juga menduduki sebuah sekolah dan menyandera 100 anak serta merampas sebuah kereta dan menyandera 50 penumpangnya.

Belanda mulai gerah terhadap RMS ketika terjadi insiden Wassenaar pada tahun 1978. Pada saat itu beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan ke kantor-kantor dan simbol Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan The Hague (Den Haag) yang dinilai tidak mendukung.

Media Belanda menyebut insiden Wassenaar sebagai teror oleh para aktivis RMS. Ada media yang mengatakan serangan ini disebabkan Belanda menarik dukungan kepada RMS. Ada yang menyatakan serangan ini dilakukan pendukung RMS yang frustrasi karena Belanda tidak sepenuh hati mendukung gerakan seperti sedia kala. Peristiwa cakalele

Gerakan separatis itu dihidupkan kembali setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, terutama oleh tokoh-tokoh warga keturunan Maluku di Belanda. Eksisnya RMS di Belanda memberi angin segar bagi bangkitnya lagi harapan pada sebagian kecil rakyat Maluku. Maka, terjadilah peristiwa 29 Juni 2007 ketika beberapa elemen aktivis RMS menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pejabat, dan tamu asing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com