”Ada kemungkinan kalangan elite Korut tidak selalu satu pemahaman seperti selama ini diasumsikan. Sejumlah faksi merasa sangat tidak senang pada pilihan penerus kepemimpinan sekarang (Jong Un). Mereka bahkan menginginkan komposisi kepemimpinan yang sama sekali baru,” ujar Andrei Lankov, pengajar di Universitas Kookmin di Seoul, Korea Selatan.
Pengamat lain menilai Jong Un tidak cukup siap mewarisi takhta ayahnya, seperti ketika Jong Il mewarisi hal serupa dari ayahnya, Il Sung. Mereka meyakini kemunculan Jong Un justru malah terlalu dipaksakan menyusul kondisi kesehatan ayahnya yang semakin memburuk pascaserangan stroke Agustus dua tahun lalu.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa, wakil Korut dengan percaya diri menyatakan bahwa negaranya telah sukses memenuhi target pengurangan jumlah kemiskinan, kelaparan, dan kematian akibat penyakit menular, seperti menjadi target delapan Millennium Development Goals (MDGs) 2015.
Menurut Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Pak Kil Yon, hal itu terbukti dari adanya pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis serta kesetaraan jender di negeri komunis itu.
Hal tersebut tentu saja dipercaya sangat kontradiktif dengan kenyataan sesungguhnya, di mana negara itu diyakini lebih berambisi membangun persenjataan nuklir ketimbang memerhatikan kesejahteraan rakyat.