Batam, Kompas
Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Didik Heru Purnomo di Batam, Minggu (19/9), mengakui, peristiwa Tanjung Berakit, 13 Agustus lalu, memang semakin menegaskan pentingnya koordinasi pengamanan laut secara langsung di daerah. Selama ini Bakorkamla melakukan koordinasi di Jakarta, di bawah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Peristiwa Tanjung Berakit adalah penahanan tiga pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh Polis Diraja Malaysia. Padahal, petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan itu baru menangkap tujuh nelayan asal Malaysia yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia. Kejadian itu membuat hubungan Indonesia dan Malaysia memanas.
Didik mengakui, pengamanan Selat Malaka sampai Laut Natuna sangat penting dikoordinasikan secara intensif, setiap hari, karena dalam setahun sekitar 55.000 kapal melintas di kawasan ini. Rencananya, kantor Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Keamanan Laut (Korkamla) di Batam diresmikan Senin ini.
Bakorkamla selanjutnya juga akan membuka perwakilan Satgas Bakorkamla di Bitung yang wilayah laut Indonesia berbatasan dengan Malaysia dan Filipina serta di Tual yang berbatasan laut dengan Australia, Timor Leste, dan Papua Niugini.
Pengamanan Selat Malaka, kata Didik, diprioritaskan perhatiannya karena kawasan itu adalah urat nadi perekonomian Asia Timur melalui laut. Selain itu, sekalipun tidak terlalu tinggi kejadiannya, perompakan di Selat Malaka dan pencurian ikan harus dicegah.
Didik juga mengatakan, pihaknya akan memberikan pelatihan kepada pimpinan atau nakhoda kapal-kapal patroli dari berbagai instansi agar mereka bisa menguasai dan memahami betul-betul persoalan-persoalan kelautan, terutama mengenai hukum laut yang bersifat internasional.
Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) Batam Kolonel Iwan Isnurwanto menambahkan, jajaran TNI AL di Batam memiliki 10 kapal patroli yang bisa disinergikan dengan instansi lain untuk pengamanan wilayah Selat Malaka dan sekitarnya.