Kupang, Kompas -
Bagi imigran yang memiliki paspor dan surat keimigrasian lain sebagai pencari suaka politik ke negara tertentu hendaknya tetap dilayani. Sementara itu, mereka yang dinyatakan benar- benar melanggar hukum keimigrasian harus segera dikembalikan ke negara asal atau dicarikan jalan keluar bersama pemerintah negara asal imigran.
Dosen Hubungan Internasional Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang Wille Wetan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (17/9), mengatakan, raibnya sejumlah imigran gelap asal Afganistan, Turki, Iran, dan Myanmar dari rumah detensi keimigrasian (rudenim) Kupang tidak semata kesalahan para imigran. Para pengambil kebijakan terkait dengan persoalan keimigrasian pun harus melakukan evaluasi untuk pembenahan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal NTT Sarah Lery Mboeik mengingatkan, kasus imigran gelap sudah masuk dalam persoalan perdagangan orang. Banyak pihak pun memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Di Surabaya, Jawa Timur, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Agus Suhartono, Jumat, mengatakan, berbagai insiden di perairan perbatasan Indonesia dengan negara lain menuntut peningkatan koordinasi berbagai aparat yang terlibat dalam pengamanan laut. Selain perbaikan manajemen, batas wilayah maritim harus segera diselesaikan.
Ia menegaskan, TNI AL mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan batas wilayah maritim. Tanpanya, akan sulit meluruskan sengketa dan gesekan yang kerap terjadi.
”Pada prinsipnya, apa yang kita gelar di perbatasan sudah memenuhi jumlah kekuatan dikaitkan dengan luas wilayah. Tinggal ditingkatkan manajemennya. Selain itu, yang perlu ditingkatkan terus adalah koordinasi antaraparat terkait yang terlibat di laut,” tutur Agus seusai memimpin upacara serah terima jabatan Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI AL serta Komandan Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI AL di Kobangdikal, Surabaya.