Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saya Terkurung 3.096 Hari di Bawah Tanah

Kompas.com - 06/09/2010, 14:44 WIB

KOMPAS.com — Natascha Kampusch, yang dikurung di gudang bawah tanah di Austria selama delapan tahun, akhirnya mengungkapkan pelecehan yang dialami selama di tangan penculiknya.

Dalam bukunya, dia menceritakan bagaimana dirinya dipukuli sampai 200 kali seminggu, dirantai ke penculiknya saat mereka tidur bersama di tempat tidur si penculik, dan dipaksa untuk mencukur rambutnya serta bekerja setengah telanjang sebagai budak rumah tangga. Kampusch, sekarang 22 tahun, diculik pada usia 10 oleh Wolfgang Priklopil dan terkurung di ruang bawah tanah di bawah garasi pria itu di Austria.   Bukunya yang berjudul 3.096 Hari, untuk mengacu pada jumlah waktu dia disekap, akan dipublikasikan, Rabu. Untuk peluncuran buku itu, Kampusch dilaporkan akan meraup uang 1 juta poundsterling.

"Saya sekarang merasa cukup kuat untuk menceritakan secara lengkap kisah penculikan saya," katanya. Dia menulis bahwa Priklopil memaksanya untuk memanggil pria itu sebagai "Tuanku" atau "Maestro". Sementara untuk dia, Priklopil mengatakan, "Kau bukan lagi Natascha. Sekarang kau milikku."

Dia mengklaim, dirinya dipukuli begitu parah oleh Priklopil, pria itu bahkan mematahkan tulangnya. "Dia benci kalau sakit membuat saya menangis. Lalu ia menyergapku di tenggorakanku, menarik saya ke wastafel, mendorong kepala ke bawah air, dan meremas tenggorokan saya sampai saya hampir kehilangan kesadaran. Saya juga masih ingat dengan jelas suara gemeretak di tulang belakang saya ketika Priklopil memukul kepala saya berulang kali dengan kepalan tangannya."

Dalam bukunya, yang diterbitkan berseri di Daily Mail, Kampusch menulis tentang trauma kekurangan kontak dengan manusia. "Saya masih anak-anak, dan saya butuh sentuhan kasih sayang. Jadi, setelah beberapa bulan di gudang bawah tanah, saya meminta penculik saya untuk memeluk saya. Itu sangat sulit. Saya menjadi sesak napas karena panik ketika dia memelukku terlalu kencang. Setelah beberapa kali mencoba, kami berhasil melakukannya—tidak terlalu dekat, tidak terlalu kencang, tetapi cukup sehingga saya bisa membayangkan perasaan sentuhan yang penuh kasih, perhatian."

Dia juga menceritakan, sebagiamana dilaporkan Telegraph, Senin (6/9/2010), bagaimana Priklopil memaksanya untuk berbagi tempat tidur dengan pria itu. "Ketika saya berusia 14, saya menghabiskan malam di atas tanah untuk pertama kalinya. Saya berbaring kaku ketakutan di tempat tidurnya saat ia berbaring di sampingku dan mengikat pergelangan tangan saya dengan borgol plastik. Saya tidak diizinkan untuk membuat suara."

"Saat saya merasakan napasnya di belakang leherku, saya mencoba bergerak sesedikit mungkin. Punggung saya, yang karena dipukuli jadi menghitam dan biru, sangat sakit sehingga saya tidak bisa berbaring di atasnya, dan belenggu itu melukai kulit saya. Tapi ketika ia memborgol saya padanya pada malam-malam itu, itu bukan soal seks. Orang yang telah memukul saya dan mengunci saya di ruang bawah tanah itu memiliki sesuatu yang lain dalam benak: ia hanya menginginkan sesuatu untuk dipeluk."

Buku itu juga mengungkapkan keputusasaan yang memaksa dia untuk mencoba bunuh diri beberapa kali. "Saya tahu saya tidak bisa menghabiskan seluruh hidup saya seperti ini. Hanya ada satu jalan keluar: bunuh diri. Pada usia 14 tahun, saya mencoba beberapa kali mencekik diri dengan barang dari pakaian. Pada usia 15, saya mencoba melukai pergelangan tangan saya dengan sebuah jarum jahit yang besar."

"Kali lain, saya menumpuk kertas dan gulungan kertas toilet ke kompor listrik saya. Penjara bawah tanah itu penuh dengan asap dan saya dengan lembut hanyut terbawa arus, lari dari kehidupan yang tidak lagi milik saya."

Publikasi buku itu akan memalukan Pemerintah Austria, saat seorang anggota parlemen menyatakan bahwa polisi mengabaikan informasi yang bisa mencegah perempuan itu terkurung. Kampusch melarikan diri pada usia 18 tahun pada tanggal 23 Agustus 2006. Sadar bahwa polisi akan menangkapnya, Priklopil (44 tahun) melakukan bunuh diri dengan melompat ke rel kereta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com