Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia Perlu Diberi "Shock Therapy"

Kompas.com - 26/08/2010, 21:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah tegas dan berani dalam menghadapi sikap dan perlakuan Malaysia, yang kerap melecehkan dan merendahkan Indonesia, harus segera direalisasikan sebagai bentuk terapi kejut atau shock therapy bagi negara tersebut.

Soal pilihan langkah tegas, hal itu bisa dimulai dengan mendesak Pemerintah Malaysia meminta maaf secara resmi. Jika menolak, maka Pemerintah Indonesia bisa mengambil langkah keras lanjutan dengan menurunkan status hubungan diplomatik kedua negara atau bahkan sampai memutusnya.

Sejumlah pendapat itu disampaikan dosen Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, Kamis (26/8/2010), saat keduanya dihubungi per telepon.

"Sekarang ini mumpung isunya masih seputar masalah kecil yang sifatnya teknis, makanya harus bisa bersikap tegas. Tujuannya untuk menaikkan tingkat ketegangan sebagai terapi kejut. Supaya semua sadar, hubungan kita dan Malaysia selama ini bukannya tanpa masalah. Katanya serumpun, tapi kok banyak persoalan begini?" ujar Andi.

Andi lebih lanjut juga mengkritik jawaban Menlu Marty Natalegawa di depan rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR Rabu kemarin. Kala itu, Menlu mengkhawatirkan langkah keras Indonesia hanya akan berdampak  memperumit persoalan.

"Marty mengaku khawatir pemutusan hubungan diplomatik bisa sangat menyulitkan TKI yang bekerja di negara jiran itu. Kalau cara berpikirnya masih begitu, sama artinya kemampuan diplomasi kita masih mentah. Jangan setiap ada masalah kecil selalu disingkirkan dan disembunyikan begitu saja ke bawah karpet. Idealnya selesaikan saja langsung. Berkonflik kan tidak harus bermusuhan. Lagi pula, kedua negara pasti sama-sama punya kepentingan bersama," ujar Andi.

Secara terpisah, Ikrar menilai langkah tegas penurunan status hubungan diplomatik bisa menjadi langkah tepat. Hal itu terasa lebih karena Indonesia menurutnya sudah pernah punya pengalaman menarik duta besarnya dari negara lain, dalam hal ini Australia, saat hubungan kedua negara memanas pasca-lepasnya Timor Timur (sekarang Timor Leste).

Dalam pernyataan tertulisnya, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Hikmahanto Juwana, meminta pemerintah mengagendakan dua hal dalam pertemuan perundingan wilayah perbatasan dengan Malaysia yang rencananya digelar pada 6 September mendatang.

Ada dua hal penting yang menurutnya harus diklarifikasi pemerintah Malaysia. Kedua hal itu antara lain soal penentuan koordinat pasti lokasi penangkapan nelayan Malaysia oleh Petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dan soal alasan otoritas Malaysia memperlakukan ketiga petugas KKP seolah pelaku kejahatan. Dari sana kemudian bisa disepakati langkah lanjutan yang harus diambil oleh kedua negara secara mendasar.

Tidak hanya itu, publik kedua negara juga bisa memperoleh informasi rinci atas dua isu yang selama ini menjadi sumber sengketa dan persoalan sehingga semua pihak bisa sama-sama paham sesuai fakta dan bukti yang valid.

Menurut Hikmahanto, publik jangan terus dibiarkan berspekulasi sehingga yang muncul kemudian hanyalah sikap emosional ketimbang penggunaan akal sehat. "Kalau dalam pertemuan 6 September nanti hanya dibahas masalah perbatasan, hal itu diyakininya hanya akan menjadi hal yang sia-sia, apalagi mengingat kedua belah pihak pasti tidak akan mundur sejengkal pun," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Nasional
    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Nasional
    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com