Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembunuh 17 Remaja Kashmir Diselidiki

Kompas.com - 29/07/2010, 02:06 WIB

SRINAGAR, KOMPAS.com - Pemerintah negara bagian Kashmir, India, Rabu (28/7/2010) menyatakan telah memerintahkan penyelidikan atas kematian 17 orang dalam bentrokan antara pemrotes dan pasukan keamanan.

Kashmir yang berpenduduk mayoritas muslim, dilanda gelombang demonstrasi sejak 11 Juni, ketika seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi. Sejak itu, 16 orang lagi, banyak di antaranya remaja, tewas.

Dua pensiunan hakim akan menyelidiki kematian 17 orang yang diduga akibat tindakan aparat keamanan, kata pemerintah Kashmir dalam sebuah pernyataan. Hasil dari penyelidikan itu akan disampaikan dalam waktu tiga bulan.

Pemerintah Kashmir juga menyatakan akan meninjau lagi semua kasus orang yang ditangkap karena mengambil bagian dalam protes-protes itu.

Meski demikian, pertokoan, sekolah dan kantor masih tutup di Srinagar, ibukota musim panas Kashmir. Sementara, separatis garis keras menyerukan pemogokan dan demonstrasi selama tiga hari.

Ribuan polisi antihuru-hara dan prajurit paramiliter berpatroli di jalan-jalan di pusat kota Srinagar dan meminta penduduk tetap berada di dalam rumah. Meski pengamanan ditingkatkan, pemrotes anti-India dan polisi bentrok di beberapa tempat di Srinagar, kata beberapa saksi dan polisi. Belum ada laporan segera mengenai korban dalam insiden tersebut.

Larangan keluar rumah diberlakukan di kawasan itu selama enam pekan ini, sementara separatis menyerukan pemogokan yang membuat kondisi kehidupan semakin terganggu. Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak kematian remaja itu pada 11 Juni.

Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk di antara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.

Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Puluhan pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi. Ketegangan di wilayah itu tinggi setelah polisi menuduh militer membunuh tiga warga sipil tidak berdosa pada April.

Militer semula menyatakan bahwa mereka membunuh tiga gerilyawan bersenjata namun kemudian memerintahkan penyelidikan dan mulai menindak dua perwira.

Kelompok Pengawas Hak Asasi Manusia mendesak India mengadili para prajurit yang dituduh membunuh tiga warga sipil dalam bentrokan rekayasa di wilayah Kashmir yang disengketakan. Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu. Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -warga sipil, militan dan aparat keamanan- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam. New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India.

Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri. Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com