Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Korban Penculikan Memprihatinkan

Kompas.com - 28/07/2010, 10:48 WIB

KHARTOUM, KOMPAS.com - Perempuan Amerika yang diculik sekelompok pria bersenjata di Sudan barat lebih dari dua bulan lalu mengatakan kondisi hidupnya kini menyedihkan.

Perempuan yang bekerja untuk organisasi kemanusiaan Kristen, Samaritan’s Purse, yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu, Selasa (27/7), mengatakan, makanan dan air minum kini langka. Warga AS yang meminta namanya tidak diungkap di media itu tercatat sebagai warga negara asing terakhir yang diculik di Darfur.

Selasa, dua pria Jerman dibebaskan penculiknya setelah sempat ditahan selama hampir lima minggu. "Saya saat ini ada di sekitar wadi (dasar sungai kering) bersama sekitar dua puluh pria," katanya kepada Reuters lewat telepon satelit. "Saya tak lagi diberi makan. Saat ini lagi hujan dan ada sepasang terpal tapi kami tidur di tengah hujan tanpa air bersih. Saya minum air hujan kalau saya bisa menampung air hujan itu."

Pekerja sosial itu lebih lanjut mengatakan, dia bisa bertahan hidup dengan mengonsumsi susu unta. "Situasi ini mimpi buruk hidupku," katanya. Suara perempuan  itu kedengaran "tenang" tapi suaranya berubah parau saat mengungkapkan kerinduannya pada keluarganya. Dia berharap penahanan dirinya itu bisa segera berakhir.

Menurut dia, dalam beberapa hari terakhir, para penculiknya semakin memusuhinya. Sikap permusuhan biasanya merupakan taktik para penculik untuk menekan pemerintah agar membayar uang tebusan. Penculik perempuan itu menekan Pemerintah Sudan agar segera membayar uang tebusan tetapi tidak diungkapkan nilai uang tebusan yang diminta.

Pengalaman seorang perempuan Irlandia dan Uganda yang diculik selama tiga bulan di Darfur tahun lalu menunjukkan kebenaran strategi penculik itu. Kedua korban penculikan itu mengatakan pelaku penculikan mengintimidasi mereka dengan ancaman eksekusi.

Penculik perempuan itu mengontak Reuters di Khartoum, memberi nomor telepon satelit dan meminta koresponden kantor berita Inggris itu mengontak korban.

Aparat Kantor Intelijen dan Keamanan Sudan sudah membebaskan seluruh warga negara asing yang menjadi korban penculikan sejak aksi kejahatan ini merebak tahun 2009. Pembebasan semua korban penculikan itu terjadi segera setelah Pengadilan Kejahatan Internasional mengeluarkan perintah penahanan terhadap Presiden Omar Hassan al-Bashir dengan dakwaan kejahatan perang di Darfur.

Sementara itu, berkaitan dengan kondisi keamanan Darfur, Pemerintah AS sangat prihatin dengan kondisinya yang memburuk. "Kita diperingatkan dan sangat-sangat prihatin," kata Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice.

Sejak pasukan keamanan Misi PBB-Uni Afrika untuk Darfur (UNAMID) dibentuk tahun 2007, kondisi keamanan Darfur memburuk Mei lalu dimana aksi kekerasan menewaskan 400 warga sipil. Menanggapi jumlah korban yang relatif besar di "bulan paling mematikan" itu, Rice  mengatakan, kondisi yang memburuk di Darfur tersebut tidak bisa diterima dan harus direspons secara efektif.

Dia menyambut baik kondisi UNAMID yang sudah hampir mencapai kekuatan penuh dengan lebih dari 17 ribu tentara dan empat ribu polisi di Darfur.  Namun Rice menekankan bahwa langkah Pemerintah Sudan yang membatasi gerak UNAMID maupun operasionalisasi helikopter UNAMID untuk menunjang misinya, termasuk melindungi warga sipil dan evakuasi pasukan perdamaian UNAMID yang diserang, sangat tidak bisa diterima dan harus dicegah. Ia Sudan memberikan kebebasan penuh akses dan pergerakan kepada UNAMID dan para pekerja kemanusiaan.

Dalam laporan terbarunya kepada 15 anggota DK-PBB, Sekjen PBB Ban Ki-moon meminta Pemerintah Sudan dan kelompok terbesar pemberontak, Gerakan Keadilan dan Kesetaraan (JEM), segera menghentikan konflik. Sebaliknya Susan Rice meminta kedua pihak agar mendukung proses perdamaian.

Darfur terus didera perang saudara sejak 2003. Menurut PBB, sedikitnya 300 ribu orang tewas dan 2,7 juta warga lainnya terpaksa mengungsi. Berbeda dengan PBB, Pemerintah Sudan menyebutkan jumlah korban tewas konflik Darfur hanya mencapai 10 ribu orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com