Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wikileaks Tuai Polemik

Kompas.com - 28/07/2010, 03:21 WIB

Washington, Selasa - Dokumen rahasia tentang perang di Afganistan yang dibocorkan situs Wikileaks hari Minggu lalu masih terus menuai polemik. Amerika Serikat, menurut Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs, telah memulai penyidikan terhadap bocornya dokumen rahasia itu.

Penyidikan itu, menurut Juru Bicara Gedung Putih, Selasa (27/7), sebenarnya sudah dimulai sejak pekan lalu sebelum situs Wikileaks membocorkan dokumen rahasia setebal sekitar 92.000 halaman tersebut.

Namun, pendiri situs Wikileaks, Julian Assange, menyatakan, seharusnya Pemerintah AS tidak mengkritik Wikileaks dan sebaliknya justru menjadikan dokumen rahasia itu sebagai sandaran untuk menggiring mereka yang terlibat ke pengadilan. Menurut Assange, dokumen rahasia itu telah mengungkap ribuan praktik kejahatan perang di Afganistan.

Di antara rahasia yang dibocorkan dan mengejutkan adalah soal hubungan Taliban dan dinas intelijen militer Pakistan. Dokumen itu menyebutkan, dinas intelijen militer Pakistan adalah sahabat dan musuh dalam waktu bersamaan.

Menurut dokumen itu, AS sudah lama menyimpan keraguan terhadap perilaku dinas intelijen militer Pakistan dan mencurigai bermain ganda antara AS dan Taliban. Dikatakan pula, dinas intelijen militer Pakistan selalu melaksanakan permintaan AS untuk memperkuat kerja sama, tetapi dalam waktu yang sama terus berusaha menancapkan pengaruhnya di Afganistan melalui main mata dengan Taliban.

Para komandan AS di Afganistan pada era Presiden George W Bush dan Presiden Barack Obama sering menuduh elemen dalam dinas intelijen militer Pakistan terlibat dalam serangan di Afganistan. Pihak AS telah menyerahkan nama-nama anggota aktif dan mantan anggota dinas intelijen militer Pakistan yang terlibat dalam serangan di Afganistan itu kepada pimpinan militer Pakistan.

Dikatakan pula, AS sering marah melihat militer Pakistan setengah hati menghadapi kelompok perlawanan bersenjata di wilayah perbatasan dengan Afganistan dan tampak bebas membiarkan para anggota perlawanan keluar masuk Afganistan.

Hal itulah yang mendorong AS terakhir ini lebih mengandalkan pesawat tanpa awak untuk memantau dan menyerang sasaran di wilayah Pakistan yang ternyata banyak membawa korban dari warga sipil.

Di antara nama menonjol yang dicurigai terlibat main mata dengan Taliban adalah kepala dinas intelijen militer Pakistan pada tahun 1987-1989, Letnan Jenderal (purnawirawan) Hamid Gul.

Dalam dokumen tersebut disebutkan, Gul menjalin kerja sama dengan Taliban dan kelompok perlawanan lainnya seperti kelompok Gulbuddin Hekmatyar dan berusaha menyatukan mereka untuk melancarkan perlawanan terhadap pasukan AS di Afganistan. Gul juga disinyalir sering mengadakan pertemuan dengan para aktivis Tanzim Al Qaeda di wilayah suku (tribal) di perbatasan Pakistan-Afganistan.

Diungkapkan pula, Gul terus berusaha menghidupkan lagi jaringan lamanya yang pernah marak pada tahun 1980-an, seperti jaringan Jalaluddin Haqqani dan Gulbuddin Hekmatyar.

Gul membantah

Akan tetapi, Gul dalam wawancara dengan harian Asharq Al Awsat edisi Selasa (27/7) membantah keras dirinya terlibat hubungan dengan Taliban saat ini seperti termaktub dalam dokumen yang dirilis situs Wikileaks.

Letjen Hamid Gul adalah direktur dinas intelijen militer Pakistan pada periode 1987-1989. Ia mengoordinasi penyaluran bantuan militer dan dana AS kepada gerakan perlawanan Afganistan melawan pendudukan Uni Soviet saat itu. Gul ketika memimpin dinas intelijen militer Pakistan menjalin hubungan yang kuat dengan Badan Intelijen Pusat AS (CIA). Namun, setelah pensiun dari dinas militer, Gul cenderung anti-AS. (AP/mth)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com