Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Vuvuzela", Bahasa Afsel Ke-12

Kompas.com - 08/07/2010, 11:40 WIB

CAPE TOWN, KOMPAS.com — Sudah sebulan Afrika Selatan didominasi suara khas vuvuzela selama Piala Duniia 2010. Bahkan, kini suara terompet tradisional Afsel itu sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Vuvuzela pun seolah sudah menjadi bahasa baru atau bahasa nasional ke-12.

Afsel secara resmi menetapkan 11 bahasa sebagai bahasa nasional. Selain Inggris dan Afrikaans, juga isiZulu, isiXhosa, isiNdebele, Siswati, Setswana, Sesotho, Sesotho sa Lebowa, Tshivenda, dan Xitsonga. Namun, faktanya bahasa itu digunakan kelompok atau komunitas tertentu. Terkadang, tidak semua orang bisa semua bahasa.

Justru vuvuzela yang mampu menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional Afsel. Meski suaranya monoton, tapi suara vuvuzela menjadi isyarat nasional. Bahasa sepak bola yang makin akrab dan identik dengan selebrasi, gairah, semangat, dan simbol Afrika Selatan.

Awalnya, vuvuzela memang alat komunikasi masyarakat Zulu dan Nguni. Terompet ini dulunya terbuat dari tanduk hewan yang disebut kudusela. Fungsinya juga sebagai alat komunikasi untuk memanggil warga berkumpul.

Lalu, kapan vuvuzela jadi identik dengan sepak bola?

Ada beberapa klaim. Klub sepak bola Kaizer Chiefs mengklaim sebagai pemakai vuvuzela pertama dalam sepak bola. Suporter terkenal mereka, Freddie "Saddam" Maake, mengaku sudah memakai vuvuzela sejak 1965 yang terbuat dari aluminium. Dari suporter Kaizer Chiefs berlanjut pada 1970-an, 1980-an, dan 1990-an. Namun, Gereja Baptis Nazareth juga mengklaim itu alat gereja yang dipakai untuk memanggil jamaah.

Terlepas dari kontroversi itu, vuvuzela segera menjadi atribut suporter sepak bola. Bahkan, pada tahun 2000-an, alat tiup ini semakin populer sehingga banyak perusahaan yang kemudian membuatnya dari bahan plastik dan dijual luas. Bahkan, China ikut membuatnya dan diekspor ke Afsel.

Banyak variasi vuvuzela. Warna hitam atau putih identik dengan klub Orlando Pirates. Adapun warna emas identik dengan suporter Kaizer Chiefs.

Vuvuzela tadinya hanya populer di kalangan suporter di wilayah Johannesburg dan Pretoria. Kini, alat tiup tersebut sudah menjadi bagian dari atribut nasional. Bahkan, Hyunday membuat vuvuzela raksasa sepanjang 35 meter di Cape Town, untuk menyambut Piala Dunia 2010.

Vuvuzela mulai menasional pada 2009 saat negeri ini menjadi tuan rumah Piala Konfederasi. Sontak, vuvuzela yang menyerupai suara gajah itu menjadi perhatian dunia. Beberapa pemain dan pelatih menentangnya. FIFA juga sempat melarangnya karena membahayakan telinga.

Namun, Presiden FIFA Sepp Blatter akhirnya menyetujuinya. Pasalnya, ini sudah menjadi tradisi orang Afsel. "Kita tak bisa meng-Eropa-kan Piala Dunia 2010. Itulah sepak bola Afrika Selatan," katanya.

Memang benar, vuvuzela kini sudah menjadi atribut nasional, bahkan "bahasa nasional". Dia tak hanya bisa dibunyikan suku tertentu, tapi oleh seluruh warga Afsel, bahkan orang asing. Suaranya juga langsung dipahami sebagai selebrasi, gairah, semangat, kemudian menjadi pemersatu. Jika sekarang lebih dominan sebagai bagian bahasa sepak bola, maka bukan tak mungkin nantinya vuvuzela identik dengan pergelaran lain di negeri ini.

Faktanya, kini orang sering meniup vuvuzela meski tak ada sepak bola. Terkadang alat itu untuk memanggil teman, mengabarkan kegembiraannya, atau sekadar menyapa. Tak boleh marah jika kaget karenanya. Akan lebih ramai jika bisa membalas dengan suara vuvuzela juga.

Untuk membunyikannya memang susah jika belum pernah. Harus ada kombinasi vibrasi di bibir dan embusan angin yang kuat. Namun, faktaya kini hampir semua orang Afrika bisa dengan mudah membunyikannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com