Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dan Blokade Israel di Gaza

Kompas.com - 07/07/2010, 09:06 WIB

KOMPAS.com — Tragedi kapal Mavi Marmara yang terjadi pada 31 Mei lalu dan membawa korban sembilan warga Turki tewas akibat kecerobohan serangan pasukan komando Israel adalah awal dari berakhirnya blokade Gaza.

Tragedi itu segera menggugah hati nurani masyarakat internasional. Konstelasi politik dunia terkait blokade Gaza itu langsung berubah pula ke arah memojokkan Israel. Dunia untuk pertama kalinya bersatu, menyuarakan secara keras agar blokade Gaza segera diakhiri. Sekutu-sekutu Israel di Barat pun turut menekan Israel agar mencabut blokade Gaza.

Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi pada 2 Juni lalu mengatakan, Pemerintah AS sedang berusaha membujuk Israel agar mau mengubah kebijakannya terhadap Jalur Gaza.

Sidang dewan parlemen Uni Eropa akhir Juni lalu juga mengutuk keras blokade Gaza dan meminta Israel segera mencabutnya.

Tekanan internasional terhadap Israel itu kini melahirkan tiga inisiatif pencabutan blokade Gaza. Pertama, Uni Eropa menawarkan inisiatif pencabutan blokade laut terhadap Gaza dengan kesediaan Uni Eropa melakukan patroli di sepanjang pantai Jalur Gaza untuk memeriksa kapal-kapal yang keluar masuk Jalur Gaza itu.

Kedua, keputusan Pemerintah Israel pada 20 Juni lalu untuk memperlonggar blokade Gaza dengan menyetujui pemasokan semua jenis barang ke Jalur Gaza termasuk bahan-bahan bangunan, kecuali senjata dan bahan-bahan yang terkait dengan kepentingan militer.

Ketiga, inisiatif otoritas Palestina pimpinan Presiden Mahmoud Abbas yang didukung Mesir untuk menghidupkan lagi kesepakatan gerbang Rafah tahun 2005. Kesepakatan tersebut menegaskan, gerbang Rafah dioperasikan otoritas Palestina dengan kontrol langsung Uni Eropa dan pemantauan jarak jauh melalui kamera oleh Israel.

Tiga inisiatif tentang mekanisme pencabutan blokade Gaza tersebut hingga saat ini belum ada yang terlaksana secara konkret di lapangan.

Satu-satunya perkembangan positif di lapangan adalah keputusan Mesir mulai 1 Juni lalu, membuka gerbang Rafah secara permanen untuk misi kemanusiaan.

Namun, dibukanya gerbang Rafah itu belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan karena baru terbatas untuk kemanusiaan semata. Barang-barang berat atau orang yang tidak memiliki alasan kemanusiaan seperti orang sakit atau pelajar di luar negeri tidak dapat menyeberang gerbang Rafah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com