Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Arab Saudi Hajar Polisi Agama

Kompas.com - 19/05/2010, 02:24 WIB

HOFUF MUBARRAZ, KOMPAS.com — Ketika seorang polisi agama Arab Saudi hendak menanyakan sepasang muda-mudi yang berjalan di taman, dia mendapat kejutan menyakitkan, si pemudi mendadak menyerangnya.

Petugas dari Komisi Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan itu menanyakan pasangan tersebut untuk memastikan identitas dan status hubungan mereka. Pria dan perempuan tidak menikah dilarang berduaan berdasarkan aturan Islam di Arab Saudi yang ketat.

Harian Jerusalem Post, Selasa (18/5/2010), melaporkan, pemuda yang bersama perempuan itu mendadak ambruk dengan alasan yang belum jelas.

Namun, sebelum polisi malang itu berbuat sesuatu, perempuan tersebut, yang diyakini berusia sekitar 20 tahun, menyergap dan menindihnya. Kepala dan tubuh bagian atas polisi itu dihajar berulang kali dalam serangan di timur kota Hofuf Mubarraz. Serangan tersebut tergolong parah sehingga petugas itu akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena lukanya yang serius.

Polisi agama dan polisi lokal tidak berkomentar atas insiden yang diberitakan secara luas di media Arab Saudi. Jika perempuan itu dituduh menyerang petugas, ia bisa menghadapi hukuman penjara yang lama, atau hukum cambuk, atau keduanya. Namun, opini publik tampaknya berada di belakang perempuan itu.

"Orang-orang sudah muak dengan polisi agama dan sekarang mereka harus membayar harga atas penghinaan yang mereka lakukan terhadap orang-orang selama bertahun-tahun," kata aktivis hak asasi manusia Arab Saudi, Wajiha Al Huwaidar, kepada kantor berita Media Line. "Melihat resistensi dari seorang wanita banyak maknanya. Ini hanya awal dan akan ada lagi."

Dalam hukum kuno Arab Saudi ditegaskan, selain dilarang bersosialisasi dengan pria di depan umum, wanita Arab Saudi juga dilarang mengemudi. Mereka tidak bisa bercerai, memiliki hak waris, atau mendapatkan hak asuh atas anak-anaknya. Mereka juga harus didampingi oleh seorang saudara laki-laki di depan umum sepanjang waktu.

Komisi Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan–secara lokal dikenal sebagai Hai'a–bertugas menegakkan hukum-hukum itu. Namun, perlawanan terhadap aturan-aturan kaku itu, yang didorong dan diberdayakan internet, telah berkembang dalam beberapa bulan terakhir.

"Ada beberapa bentuk perubahan yang sedang terjadi," kata Nadya Khalife, peneliti hak perempuan Timur Tengah untuk Human Rights Watch, kepada Media Line. "Namun tidak cukup jelas apa yang sedang terjadi dan itu bukan sesuatu yang akan bisa terjadi hanya dalam semalam."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com