Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pergolakan Demokrasi di Dunia Islam

Kompas.com - 05/05/2010, 04:01 WIB

Oleh: Muhammadun AS*

Judul buku      : Dinamika Politik “Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” di Mesir, Maroko, dan Indonesia

Penulis            : Yudian Wahyudi
Penerbit          : Pesantren Nawesea Press Yogyakarta
Cetakan          : 1, 2010
Tebal               : 154 halaman

Inilah buku pertama kali yang ditulis sarjana Indonesia dalam membandingkan pergolakan demokrasi di Mesir, Maroko, dan Indonesia. Ketiga wilayah dibandingkan untuk melihat secara kritis pergerakan demokrasi dan pergerakan intelektualitasnya. Ketiga wilayah ini dalam dunia Islam mempunyai peran vital dalam arah gerakan demokrasi di dunia Islam. Ketiga wilayah merupakan tumbuh-suburnya pergerakan pemikiran moderat dan kritis yang telah menjadikan watak dunia Islam tak lagi terjebak dalam gerakan ekstrimis. Indonesia paling subur gerak moderatismenya, Mesir subur dengan pluralismenya, dan Maroko kuat dalam gerak inklusivismenya.   


Karena besarnya peran ketiga negara itulah, Yudian membandingkannya dalam melihat prospek masa depan demokrasi yang berkembang di dunia Islam. Iya, proses demokratisasi yang berkembang di dunia Islam mengalami beragam pasang surut dan pergolakan politik. Berbagai pergolakan yang terjadi dalam demokratisasi tersebut serringkali berakar kuat dalam pergolakan ihwal teologis. Perdebatan ihwal teologis kemudian memicu beragam perdebatan ihwal politik dan demokrasi. Tak salah kalau pergolakan teologis kemudian menjadikan pemicu paling kuat atas pergolakan demokratisasi yang berkembang di dunia Islam. Tak lain karena masyarakat Islam masih berpijak diri sebagai masyarakat teks . Dari nash mereka menemukan diri dan pergolakan diri. Tanpa pijakan nash yang jelas, mereka akan galau melangkau dan menjangkaukan diri dalam arena kompetisi kehidupan.     

Pergolakan teologis yang sangat fenomenal sampai sejauh ini adalah slogan kembali al-Quran dan Sunnah. Slogan ini menjadi sangat masyhur dalam dunia Islam, karena slogan ini mengatasnamakan sumber utama umat Islam, yakni al-Quran dan Sunnah. Keduanya menjadi sumber rujukan utama umat Islam yang diwariskan oleh Nabi Muhammad. Sedikit menyentil kedua sumber rujukan tersebut, pastilah akan muncul pergolakan.

Buku karya Prof Yudian ini mencoba merekam pergolakan demokrasi terkait adanya slogan kembali al-Quran dan Sunnah yang bergema di dunia Islam. Pergolakan politik dikaitkan dengan slogan tersebut menjadi pilihan penulis karena slogan itulah yang telah merubah peta politik dunia Islam bahkan hingga sekarang. Pergolakan dalam slogan tersebut dimulai dengan haidrnya gerakan Wahabi yang dimotori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab (w.1206/1792). Bagi penulis, Muhammad Ibn Abdul Wahab merupakan pioner gerakan reformasi Islam di era modern.    

Alasan penulis memilih Muhammad Ibn Abdul Wahab sebagai pioneer gerakan Islam modern adalah dikarenakan gerakan wahabi mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam gerakan reformasi islam yang berkembang di Mesir, Maroko, dan Indonesia. Dan ketiga Negara inilah yang dijadikan objek penelitian penulis dalam mengkaji dinamika dan respon para aktivis dan tokoh ketiga Negara tersebut dalam menyikapi lahirnya slogan kembali al-Quran dan Sunnah. Namun demikian, sesuai dengan latar belakang sejarah masing-masing gerakan tersebut, hanya konsep dasar setiap gerakan yang akan dibandingkan dan dianalis sejalan dengan teori tantangan dan tanggapan (challenge and response), teori kesinambungan dan perubahan (continuity and change) dan teori konflik pusat lawan pinggiran (center versus periphery). (hal. 5).

Gerakan wahabi melihat dunia islam sedang terjangkit penyimpangan moral dan kebusukan spiritual. Makanya mereka menggelorakan kembali kepada al-Quran dan sunnah sehingga bisa keluar dari penyakit tersebut. Dalam konteks  politik, mereka bukan mengakui imperium Turki Usmani sebagai kesatuan politik islam masa itu. Tetapi malah sebaliknya, mereka menganggap dukungan terhadap Turki Usmani sebagai bentuk bid’ah (penyimpangan). Umat islam bagi Wahabi jangan sampai menyimpang dari rencana suci, karena akan mengakibatkan kemunduran.

Untuk itulah umat islam harus kembali kepada sumber primernya al-Quran dan Sunnah sehingga bisa menggapai kembali kemajuan dan kegemilangan. Yakni dengan meniru kaum salaf yang telah menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan Rasullallah SAW. di samping itu Muhammad bin Abdul Wahab juga menawarkan model politik yang sempit kepada pengikut-pengikutnya, yakni politik arab sentries. Muhammad bi Abdul Wahab mengambil pernyataan dari hadis bahwa imam (pemimpin) adalah dari kaum Quraisy, ini berarti yang berhak memimpin dinasti islam adalah kaum Quraisy. Untuk itu Muhammad bin Abdul Wahab melancarkan gerakan protes dan menyerang terhadap Imperium Turki Usmani.

Ada banyak tokoh yang dikaji penulis buku ini terkait pergulatan demokratisasi akibat dari slogan kembali al-Quran dan Sunnah. Di Mesir ada Muhammad Ali Pasha, Jamalusin al-Afghoni, Muhammad Abduh, Rosyid RIdho, Hasan al-Banna, Sayid Qutub. Di Maroko ada Sultan Abdullah, Sultan Hasan 1, Sultan Abdul Aziz, Sultan Abdul Hafidz, Al-Dukkali, Allal al Fasi. Sedangkan di Indonesia ada gerakan Padri, Sayid Usman, KH. Muhammad Dahlan, Ahamd Surkati, Ahmad Hasan dan Kartosuwirjo.

Ketiga Negara yang dikaji Yudian ini memperlihatkan perkembangan gerakan Wahabi berpengaruh besar terhadap peta politik islam di zaman modern. Slogan kembali al-Quran dan Sunnah dijadikan sebagai alat politik menuju pusat kekuasaan. Walaupun awalnya mereka merupakan gerakan politik pinggiran (periphery), tetapi slogan politik yang mereka gelorakan membuahkan sukses politik sehingga mereka menuju pusat (center). Mereka berjuang keras merubah peta politik yang menurut mereka menyimpang menjadi jalan politik yang menurut mereka diridhoi oleh tuhan. Walaupun gerak politik yang mereka lakukan dalam mensukseskan slogan tersebut bersifat monolitik maksudnya hanya menafsirkan slogan tersebut satu arah saja dan menolak tafsir yang lain.

Dinamika politik dan pergulatan demokratisasi yang berkembang di dunia islam, bertolak dari kajian buku ini, memperlihatkan masih kuatnya arus agama dalam peta pergolakan politik yang terjadi. Walaupun terjadi sekularisasi politik yang dibawa para sarjana dari barat, tetap saja arus teologis masih begitu mengental dalam jalan peta politik islam. Tak salah kalau Abid al-Jabiri begitu yakin menilai masyarakat islam sebagai masyarakat teks.
*Analis buku

-------

Maklumat: Silakan kirim tulisan/karya anda ke jodhi@kompas.com .Redaksi tidak menyediakan honorarium untuk karya yang dimuat. Harap maklum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com