Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudan Menggelar Pemilu Pertama

Kompas.com - 12/04/2010, 04:02 WIB

Khartoum, Minggu - Sudan selama tiga hari, dimulai pada hari Minggu (11/4), menggelar pemilu multipartai pertama dalam kurun hampir seperempat abad. Padahal, pihak oposisi berulang kali mengimbau agar pemilu ditunda dengan masalah logistik terlihat pada awal.

Tempat pemungutan suara dibuka di Khartoum sesuai jadwal pada pukul 08.00 (pukul 12.00 WIB). Namun, petugas di beberapa tempat masih membuka bungkusan kotak suara, sementara antrean mulai terjadi.

Di ibu kota itu, jumlah pemilih yang memberikan suara kurang dari yang diharapkan dalam beberapa jam pemungutan suara, selain beberapa pendukung bersemangat Presiden Omar al-Beshir.

Pemilu yang akan berlangsung sampai Selasa itu merupakan bagian yang penting dari sebuah kesepakatan perdamaian 2005 yang mengakhiri perang utara-selatan yang menewaskan 2 juta orang selama 21 tahun. Pemilu itu dirancang untuk memulai sebuah transformasi demokratis di negara itu dan memberi sebuah pemerintahan yang terpilih secara demokratis untuk bersiap menghadapi sebuah referendum selatan tahun depan.

Namun dua partai politik utama, termasuk partai kaum selatan, memutuskan mundur sepenuhnya atau sebagian dari pemilu, dengan mengatakan prosesnya tidak mempunyai kredibilitas dan pemilu tidak bisa diadakan di kawasan Darfur, Sudan barat, yang sedang dalam keadaan darurat.

Mereka meminta penundaan pemilu untuk membicarakan keprihatinan mereka itu, tetapi pemerintah menolak.

Lebih dari 800 pengamat datang ke negara Afrika terbesar itu untuk memantau keadilan dalam pemilu, dengan kelompok terbesar dari organisasi mantan Presiden AS Jimmy Carter. Dia mengunjungi sebuah empat pemungutan suara pada awal hari.

”Saya rasa (partai-partai oposisi) ingin melihat sebuah transisi yang damai dan kedamaian di negara ini. Jadi, saya rasa tidak akan ada partai yang mengancam, mengganggu, atau mengintimidasi pemilih,” kata Carter kepada wartawan. ”Jadi kami mengharapkan dan meyakini akan ada pemilu yang damai.”

Oposisi telah melakukan serangkaian keluhan—bahwa Komisi Pemilu Nasional condong pada pemerintah, partai yang berkuasa telah menggunakan sumber daya negara dalam kampanye, jumlah tempat pemungutan suara di seluruh negeri dipotong setengahnya dari 20.000—membuat makin sulit bagi warga desa terpencil untuk memberikan suara.

”Ini untuk pertama kalinya partai yang melakukan sebuah kudeta menyelenggarakan pemilu,” kata Sarah Nugdallah, ketua biro politik Partai Umma, sebuah kelompok oposisi utama utara yang memboikot pemilu itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com