Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pemberantasan Korupsi, Indonesia Perlu Berkaca pada Latvia dan China

Kompas.com - 05/04/2010, 14:00 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari negara Latvia dan China yang berani melakukan rombakan besar untuk menumpas koruptor di negara mereka.

Demikian penuturan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di sela acara Sosialisasi Mahkamah Konstitusi dan Pengembangan Budaya Sadar Konstitusi bagi Anggota Korpri di ruang Graha Wicaksana Praja, Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Senin (5/4).

Menurut Mahfud, sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang sangat korup. Untuk memberantas korupsi yang begitu parah, akhirnya negara tersebut menerapkan undang-undang lustrasi nasional, atau undang-undang pemotongan generasi.

"Melalui undang-undang ini, seluruh pejabat eselon II diberhentikan dan semua tokoh pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 juga dilarang aktif kembali. Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi," paparnya.

Sementara itu, di China dilakukan pemutihan seluruh koruptor yang telah melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, maka pejabat yang korupsi langsung dijatuhi hukuman mati.

"Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di China telah dijatuhi hukuman mati. Tapi, sekarang China juga menjadi negara bersih. Indonesia seharusnya berkaca dari dua negara ini," tambahnya.

Menurut Mahfud, saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ia pernah mengusulkan rancangan undang-undang lustrasi dan undang-undang pemutihan. Namun, usulan tersebut akhirnya kandas setelah Gus Dur lengser.

"Hari Jumat kami membuat rancangan undang-undang, hari Sabtu dan Minggu libur, dan hari Senin tanggal 23 Juli 1999 Gus Dur diberhentikan dan digantikan Megawati. Setelah itu, presiden baru Megawati melarang menteri-menteri membuat kebijakan baru," kata Mahfud.

Mahfud menjabat sebagai Menteri Kehakiman hanya selama tiga minggu dan kemudian digantikan Yusril Ihza Mahendra. Setelah itu, gagasan tentang rancangan undang-undang lustrasi dan undang-undang pemutihan tak diteruskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com