Kairo, Kompas -
Amiri menghilang ketika menjalankan ibadah umrah di Mekkah, Arab Saudi, pada bulan Juni 2009. Sejauh ini belum ada reaksi Pemerintah Iran atas pemberitaan televisi ABC itu.
Menurut ABC, Amiri berhasil lari dari Iran sesuai dengan rencana yang telah dirancang Badan Pusat Intelijen AS (CIA) sejak lama agar dia bersedia meninggalkan negerinya dan tinggal di AS.
ABC juga mengungkapkan, Amiri menjalani interogasi secara intens oleh CIA sejak pembelotannya itu.
Seorang pejabat CIA seperti dikutip ABC menyatakan, membelotnya Amiri merupakan kemenangan CIA dalam upaya mencegah pengembangan program senjata nuklir negeri para mullah itu.
Amiri bekerja sebagai peneliti di Universitas Malek Ashtar, Teheran. Universitas Malek Ashtar tempat Amiri bekerja terlibat dalam proyek khusus penelitian nasional. Amiri menghilang lebih dari tiga bulan sebelum Iran mengumumkan fasilitas pengayaan nuklirnya yang kedua di kota Qom.
Iran selama ini berkali-kali menuduh Arab Saudi menyerahkan Amiri kepada AS. Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki pada bulan Oktober tahun lalu mengatakan, AS mempunyai peranan dalam penculikan Shahram Amiri dan harus mengembalikannya. Ia menambahkan bahwa Arab Saudi juga bertanggung jawab.
Iran mengatakan, Amiri adalah satu dari 11 orang Iran yang kini ditahan AS. Warga Iran lain yang hilang adalah Amir-Hossein Ardebili. Ia menghilang di Negara Bagian Georgia, AS, dua tahun lalu. Ardebili kini berada di sebuah penjara di AS atas tuduhan perdagangan senjata.
Warga Iran lainnya yang hilang adalah mantan Deputi Menteri Pertahanan Iran Ali Reza Asgari. Ia hilang di Turki pada tahun 2007. Media massa Turki, Arab, dan Iran menduga Ali Reza menjadi korban operasi CIA dan Mossad. Ada juga yang berspekulasi bahwa Ali Reza membelot ke Barat. Namun, tuduhan pembelotan itu dibantah keluarga Ali.
Menurut pakar strategi Mesir, Brigjen Safwat Zayyat, aksi
Hal itu, kata Zayyat, juga dilakukan CIA dan Mossad terhadap proyek nuklir Irak pada era 1980-an.
Tajuk rencana harian berbahasa Arab Al Quds Al Arabi edisi pertengahan Januari lalu yang terbit di London mengatakan, AS dan Israel tidak hanya mencemaskan program nuklir Iran, tetapi juga para ilmuwannya yang mengembangkan program nuklir itu.
Menurut harian tersebut, para ilmuwan nuklir Iran bisa kembali mengembangkan program nuklir di negerinya secara cepat.
Israel, di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, semakin gencar meniupkan isu tentang bahaya nuklir Iran. Hal ini didukung AS yang menekankan agar Iran dikenai sanksi.
Adalah China dan Rusia yang relatif keberatan jika Iran dikenai sanksi. Dua negara itu kini lebih memilih jalan dialog ketimbang pemberian sanksi yang dinilai tidak akan efektif.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.