Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tsunami Jepang dan Pembelajaran

Kompas.com - 30/03/2010, 02:47 WIB

Brigitta Isworo Laksmi

Tsunami. Gempa bumi. Dua jenis bencana ini sejak tahun 2004 memunculkan perspektif baru tentang bagaimana menghadapi bencana meskipun diskursus tentang hal itu masih belum berakhir. Jika kita bicara soal manajemen bencana, semakin tidak jelas urusannya.

Mulai dari perangkat keras hingga perangkat lunak belum juga beres. Mulai dari kesiapan alat berat untuk membongkar reruntuhan, peraturan bangunan (building code), standar cara-cara penyelamatan diri dari berbagai jenis bencana, hingga sumber daya manusia terlatih dan sumber dana yang memadai masih belum selesai diurus.

Tak bisa diprediksi

Tak semua bencana tak bisa diprediksi. Banjir dan tanah longsor sampai pada tingkat tertentu bisa diprediksi bakal terjadi. Gempa bumi baru bisa diprediksi untuk rentang kemungkinan yang cukup panjang, bisa pada orde tahunan.

Sri Widiyantoro dalam diskusi tersebut menunjukkan betapa masifnya dampak dari bencana gempa bumi. Dan, bagaimana sebenarnya safety culture perlu dibangun secara sistematik mulai dari pemerintah hingga akar rumput. Dia mencontohkan Jepang, negara yang sering dilanda gempa bumi.

Di Jepang, pemahaman akan gempa bumi diawali dari kepercayaan pada legenda adanya lele raksasa di bawah bumi. Saat sang dewa marah, lele itu dipukul hingga dia menggeliat. Saat menggeliat itu terjadilah gempa. Dari legenda, Jepang bergerak ke ilmu pengetahuan yang menguak rahasia terjadinya gempa bumi.

Sri Widiyantoro yang biasa dipanggil Ilik menggambarkan mantel bumi sebagai air yang dipanasi. Pemanasnya adalah magma yang temperaturnya sekitar 5.000 derajat Celsius dengan kedalaman sekitar 6.000 kilometer. Pergolakan mantel bumi itu membawa lempeng-lempeng yang bergerak di atasnya. Indonesia yang posisinya pada ring of fire (cincin api) memiliki banyak gunung api dan memiliki banyak patahan yang berpotensi menimbulkan gempa saat terjadi gesekan antarlempeng.

Materi yang keluar bersama magma bisa berupa batu mulia. ”Jadi, selain banyak gempa, Indonesia juga kaya,” ujarnya.

Dia menggambarkan kehancuran akibat gempa di Alaska yang menghancurkan kota setelah diguncang gempa selama semenit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com