Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teka-teki Yar'Adua dan Ketidakpastian Politik di Nigeria

Kompas.com - 15/03/2010, 02:53 WIB

Oleh Pascal s bin saju

Unjuk rasa menuntut Presiden Nigeria Umaru Yar’Adua mundur mulai menguat pascakonflik di Jos, Negara Bagian Plateau, pekan lalu. Sejak pulang berobat dari Jeddah, Arab Saudi, pada 24 Februari setelah 93 hari dirawat Presiden Nigeria ini belum pernah tampil di depan publik.

Sama seperti ketika konflik pecah pada 17 Januari 2010 di Jos, yang menewaskan ratusan orang, kali ini Yar’Adua tidak berkomentar. Publik memakluminya karena pada Januari itu dia sedang dirawat di Jeddah meski mereka tidak ingin kekosongan kekuasaan presiden dibiarkan berlarut-larut.

Kekosongan kekuasaan saat pecah konflik bulan Januari dirasakan sebagai problem besar. Konflik yang menewaskan 326 orang itu turut mendorong Majelis Nasional mengambil keputusan politik untuk mengangkat Goodluck Jonathan sebagai penjabat presiden.

The Movement for the Emancipation of the Niger Delta (MEND) yang hendak menguasai daerah kaya minyak Delta Niger, krisis ekonomi, dan moneter adalah faktor-faktor yang juga turut mengukuhkan lahirnya keputusan politik itu.

Suksesi

Hanya saja, sejumlah politisi dan birokrat di lingkaran dalam Yar’Adua masih terus mempersoalkan keputusan Majelis Nasional yang mengangkat Jonathan sebagai penjabat presiden. Keputusan pengangkatan tanpa persetujuan Presiden itu tidak sesuai amanat konstitusi Negara atau UUD.

Suksesi itu meningkatkan kekhawatiran terjadinya perebutan kekuasaan oleh lingkaran dalam Yar’Adua dan memperlemah posisi Jonathan, terutama setelah peran Turai, istri Yar’Adua, tiba-tiba mulai mencolok tajam. Turai juga membatasi orang-orang yang hendak berhubungan dengan suaminya.

Sementara itu, Jonathan terus melakukan perombakan kabinet. Dia memecat orang-orang dekat Yar’Adua. Barisan sakit hati terhadap Jonathan bertambah. Selain didukung Majelis Nasional, Jonathan juga didukung Forum Gubernur (beranggotakan 36 gubenur).

Jonathan dari Nigeria selatan, sedangkan Yar’adua dari utara. Konflik sektarian yang terjadi Minggu (7/3) juga melibatkan dua kelompok warga dari wilayah utara-selatan. Penduduk utara dari etnis Fulani memeluk Islam, dan etnis Berom di selatan memeluk Kristen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com