JAKARTA, KOMPAS.com — Selain hiruk pikuk Pansus Angket Kasus Bank Century, kontroversi Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (RPM) Konten Multimedia meramaikan pemberitaan media dalam sepekan terakhir.
Isi rancangan peraturan tersebut dinilai bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan mengekang publik. Pengurus Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet, Valens Riyadi, memberikan catatan beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan UU Telekomunikasi dan UU ITE. Salah satu yang disorot Valens adalah aturan mengenai penyadapan yang diatur dalam pasal 8 RPM Konten.
"Dikatakan bahwa penyelenggara harus memantau konten internet yang ada. Jadi, penyelenggara wajib melakukan penyadapan. Ini kan bertentangan dengan UU Telekomunikasi dan UU ITE," kata Valens pada diskusi mingguan Radio Trijaya bertema "Kontroversi RPM Konten" di Jakarta, Sabtu (20/2/2010).
Aturan bahwa internet juga bagian dari penyiaran juga dinilai Valens membingungkan.
"Penyelenggara internet harus bertanggung jawab terhadap isi internet. Tidak bisa seperti itu. Penyelenggara itu hanya penyambung. Selain itu, di pasal 9 ayat 2 dikatakan penyelenggara tidak boleh tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR, Hayono Isman, mengatakan, Kementerian Kominfo kurang memahami makna reformasi. Peraturan RPM Konten dianggapnya bertentangan dengan semangat reformasi yang seharusnya memperkuat masyarakat dan mengurangi kewenangan pemerintah mengatur publik.
"RPM juga bertentangan dengan UU ITE dan UU Pers. Biarlah publik mengatur dirinya sendiri. Kalau katanya publik belum dewasa, yakinlah suatu saat mereka juga bisa dewasa," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini.
Hayono mencontohkan, perkumpulan bloger yang dibentuk oleh mereka yang menggemari blogging merupakan bukti bahwa publik yang berselancar di dunia maya juga bisa mengatur dirinya sendiri.
"Karena dalam asosiasi itu, mereka juga membuat peraturan dan etika yang harus dipatuhi oleh bloger," kata Hayono.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, berpendapat bahwa RPM Konten seolah "menghina" kecerdasan masyarakat.
"Seolah mereka para pengguna internet tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya," kata Burhan.
RPM Konten Multimedia memang memancing perhatian sejak Kominfo mengunggah isi peraturan dalam rangka uji publik dan menjaring respons masyarakat pada 10 Februari lalu, apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara terang-terangan "menyentil" Menkominfo Tifatul Sembiring yang dianggap sudah memublikasikan peraturan yang belum dibahas matang secara internal.
Tifatul berkilah, dia tak mengetahui uji publik yang sudah dilakukan bawahannya karena saat uji publik dia tengah berada di luar negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.