Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pascagempa, Kekacauan Berlanjut di Haiti

Kompas.com - 16/01/2010, 09:54 WIB

PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.com — Serbuan penjarah bersenjata parang meneror jalanan Haiti, Jumat (15/1/2010), hampir bersamaan dengan datangnya tentara Amerika Serikat ke negara yang baru saja diguncang gempa ini untuk mengalirkan bantuan pada rakyatnya yang miskin dan terpukul trauma.

Tiga hari setelah gempa, Selasa (12/1/2010), kemarahan dan frustrasi memuncak di ibu kota berpenduduk dua juta jiwa itu akibat kekurangan makanan dan air, sementara bau busuk kian menyengat karena mayat-mayat yang bergelimpangan lebih cepat membusuk disengat matahari tropis daerah itu.

"Lebih dari 15.000 mayat telah dikumpulkan dan dikubur," kata PM Haiti Jean-Maz Bellerive.

"Kami baru mengumpulkan mayat-mayat di jalanan utama," sambungnya. 

Para pejabat Haiti menyatakan bahwa setidaknya 50.000 orang telah tewas dan 1,5 juta kehilangan tempat tinggal di negara Karibia ini, yang juga salah satu negara termiskin di dunia dan memiliki jejak sejarah yang penuh kekerasan dan darah.

"Selama rakyat kelaparan dan kehausan, selama tempat berlindung belum ada, maka risiko kerusuhan pasti ada," ujar Menteri Pertahanan Brazil Nelson Jobim, setelah mengunjungi ibu kota Port-au-Prince.

Ujung tombak dari 10.000 pasukan AS di Haiti telah mengambil alih bandara, yang dipenuhi berton-ton pasokan bantuan, dan juga telah melancarkan distribusi bantuan massal pertama dengan harapan bisa meredakan ancaman timbulnya kerusuhan. Para pejabat PBB juga telah meminta lebih banyak bantuan makanan dan obat-obatan bagi para korban yang selamat. Namun, penjarahan juga makin menjadi-jadi dan kerusuhan terjadi di beberapa tempat pembagian pasokan bantuan.

Pada malam keempat setelah gempa, terjadi serbuan perampok bersenjatakan parang. "Tiba-tiba datang orang-orang bersenjata parang mencuri uang," tutur Evelyne Buino, pakar kecantikan yang bertahan hidup di salah satu daerah perumahan yang dirusak gempa.

Para pejabat memperkirakan bahwa sekitar tiga juta orang, atau sepertiga dari populasi, kini menderita akibat gempa berkekuatan 7 skala Richter itu.

Di bandara dan sejumlah RS juga sempat terjadi kekacauan dan kengerian ketika pasien terpaksa harus diamputasi tanpa obat bius.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com