Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Umat Kristen Malaysia Berteguh Gunakan Kata "Allah"

Kompas.com - 12/01/2010, 14:38 WIB

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Para pemimpin umat Kristen di Malaysia, Selasa, menolak untuk berhenti menggunakan kata "Allah" bagi Tuhan meski ada serangan terhadap gereja-gereja yang menimbulkan kecemasan tentang penghapusan hak-hak minoritas di negara mayoritas Islam itu.

Daniel Raut, seorang pemimpin senior Gereja Evagelis Borneo (Borneo Evangelical Church), kelompok Kristen terbesar yang berbahaya Melayu di negara itu, mengatakan pihaknya tidak akan menghapus penggunakan kata Allah meskipun mereka takut akan keselamatan dirinya. "Sejak nenek moyang kami menjadi Kristen tahun 1920-an, kami telah menggunakan Allah, bahkan dalam bahasa ibu kami," kata Raut yang berasal dari suku Lumbawang di negara bagian Sarawak timur.  "Kami agak takut tetapi kami berdoa untuk memohon perlindungan dan yakin Tuhan akan campur tangan dalam masalah ini," katanya.  

Sembilan gereja telah diserang di sejumlah tempat di Malaysia sejak Jumat pekan lalu. Para penyerang menggunakan bom molotov. Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya itu telah menimbulkan ketegangan antara umat Kristen dan umat Muslim, serta mengoyak-oyak gambaran tentang Muslim Malaysia yang moderat.

Serangan tersebut dipicu oleh putusan Pengadilan Tinggi Malaysia pada 31 Desember yang membatalkan larangan pemerintah terhadap penggunaan kata "Allah" oleh harian Herald, Koran Gereja Katolik, dalam edisi bahaya Melayu.

Pemerintah telah mengutuk serangan itu sebagai pekerjaan kaum ekstrimis tetapi juga mengajukan banding atas putusan tersebut. Jamil Khir Baharom, menteri kabinet untuk urusan Islam, menyerukan kepada pemimpin Kristen untuk tidak menggunakan kata Allah demi membantu menghentikan ketengangan.

Sekitar 9 persen dari 28 juta penduduk Malaysia merupakan orang Kristen, kebanyakan dari mereka merupakan anggota suku-suku asli di daerah terpencil di Sabah dan Sarawak di Pulau Kalimantan (Borneo). Umat Muslim mencapai 60 persen dari populasi dan kebanyak beretnis Melayu.

Raut berada di gedung pengadilan Selasa. Ia sedang mendukung jemaat gereja Jill Ireland yang mengadukan pemerintah pada tahun 2008 setelah sebuah otoritas bandara menahan delapan compact discs (CD) Kristen dengan kata 'Allah' tercetak di atasnya. Persidangan dijadwalkan 15 Maret. Gereja Borneo juga mengadukan pemerintah tahun 2007 setelah petugas bea cukai menahan enam kartun berisi literatur Kristen dan ada kata 'Allah' di dalamnya.

Geraja Borneo dibentuk di negara bagian Sarawak tahun 1928, hampir 30 tahun sebelum kemerdekaan Malaysia, tetapi telah menyebar dan memiliki sekitar 250 ribu anggota. Gereja ini menggunakan kata Allah dalam ibadah dan literaturnya.

Alfred Tais, yang mengepalai seksi bahasa Melayu dari National
Evangelical Christian Fellowship Malaysia, mengatakan, ada sekitar 300 gereja di semenanjung Malaysia dan ratusan lain di Borneo yang beribadah dalam bahasa Melayu dan menggunakan kata 'Allah'. "Kami tidak melakukan protes apapun. Tanggapan kami adalah berdoa bagi perdamaian. Kami telah memobilisasi semua anggota kami untuk berdoa, semoga Tuhan memberi pemimpin kami kebijaksanaan untuk menemukan solusi atas masalah ini," katanya.

Larangan penggunaan kata 'Allah' tidak biasa di dunia Muslim. Kata dari bahasa Arab itu umum digunakan oleh orang-orang Kristen untuk menggambarkan Tuhan di negara-negara seperti Mesir, Suriah, dan Indoensia, negara-negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com