Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hai Pejabat, Contohlah Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela

Kompas.com - 07/01/2010, 13:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadaan mobil mewah Toyota Crown Royal Saloon seharga Rp 1,3 miliar per unit bagi pejabat dilakukan atas nama peningkatan kinerja. Namun apakah para pejabat dijamin dapat bekerja secara optimal ketika mereka menerima fasilitas mewah? Tidak juga.

Aktivis "Gerakan Tolak Mobil Dinas Mewah" Lalu Hilman mengatakan, banyak sekali pemimpin yang dapat bekerja produktif dengan tetap menjalankan hidup prihatin dan sederhana. Sebut saja Mahatma Gandhi dari India dan Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Keduanya berhasil menorehkan sejarah perjuangan bangsa tanpa hidup bermewah-mewah.

Gandhi, misalnya, berhasil mengangkat harkat hidup masyarakat dari kasta rendah, Sudra. Sementara Mandela berhasil mengangkat harkat hidup orang kulit hitam. "Jadi, banyak sekali pemimpin yang tetap berprestasi dalam melayani rakyat meskipun hidup sederhana," ujar Lalu pada acara pendeklarasian gerakan tersebut, Kamis (7/1/2010) di Jakarta.

Aktivis lain, Masinton Pasaribu mengatakan, pejabat yang masih bersikeras menggunakan mobil 100 persen buatan Jepang ini merupakan tipe pemimpin yang tidak sensitif dengan penderitaan rakyat. Bagaimana mungkin mereka tega hidup bermewah-mewah sementara masih banyak rakyat miskin yang makan nasi aking dan tidak mampu bersekolah.

"Pemimpin seharusnya peka dan mampu memperjuangkan nasib rakyat dan memenuhi rasa keadilan," ujarnya. 

Hal senada juga disampaikan mantan KASAD pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto. "Pejabat seharusnya mengutamakan orang-orang yang dipimpinnya, yaitu rakyat," ujarnya.

Saat ini, lanjut dia, pemimpin harus memperhatikan satunya kata dengan perbuatan. Janji-janji para pemimpin untuk mengangkat hidup rakyat jangan sekadar menjadi retorika belaka. Masinton bahkan mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengaku tidak tahu-menahu terkait pengadaan mobil mewah dengan nilai pajak Rp 62 miliar per tahun tersebut.

"Telinga SBY sangat tipis jika mendengar hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaannya. Tapi, SBY gagal mendengar penderitaan rakyat. Bagaimana mungkin dirinya tidak mengetahui pengadaan mobil tersebut?" ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com