Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uganda Anti-Gay Gara-gara AS?

Kompas.com - 04/01/2010, 15:48 WIB

UGANDA, KOMPAS.com — Maret 2009, tiga pendeta Kristen Injili yang mengajarkan pemulihan untuk kaum homoseksual, ajaran yang di Amerika Serikat sendiri telah didiskreditkan, tiba di Uganda untuk memberi beberapa ceramah.

Menurut Stephen Langa, koordinator acara itu dari Uganda, tema acara itu adalah "agenda kaum gay - agenda rahasia gelap" dan juga mengenai ancaman homoseksual terhadap nilai-nilai alkitabiah dan tradisi keluarga Afrika.

Selama tiga hari, menurut kesaksian para partisipan dan juga dari hasil rekaman, ribuan warga Uganda, termasuk polisi, guru dan politisi nasional menyimak ketiga pembicara AS yang mengaku pakar homoseksualitas. Para pembicara itu menyatakan cara 'meluruskan' kaum gay, bagaimana remaja pria sering menjadi korban pelecehan seksual kaum gay, dan bahwa kegerakan kaum gay adalah institusi yang tujuannya menentang masyarakat yang menganut paham pernikahan demi menggantikannya dengan kultur seks bebas.

Kini ketiga pembicara asal AS itu menyatakan penyangkalan mereka, dengan menyatakan bahwa mereka tak berniat menyulut kemarahan yang ujungnya menimbulkan rancangan UU untuk hukuman mati bagi perilaku homoseksual.

Sebulan setelah konferensi tersebut, seorang politisi Uganda, yang mengaku memiliki koneksi dengan tokoh-tokoh Injili di pemerintahan AS, mengajukan rancangan UU anti-homoseksualitas, yang berisi ancaman hukuman gantung bagi kaum homoseksual. Hal ini menimbulkan pertentangan antara Uganda dengan negara-negara barat.

Negara-negara donor, termasuk AS, menuntut Uganda untuk menarik usulan UU itu, karena berlawanan dengan hak asasi manusia, walau menteri etika dan integritas Uganda juga pernah menyatakan, "Kaum homoseksual boleh melupakan saja hak asasinya." Menteri itu juga sebelumnya mencoba melarang rok mini.

Pemerintah Uganda, terancam jutaan dollar bantuan asing melayang, kini mengindikasikan akan mengalah sedikit, yaitu dengan mengurangi hukuman mati menjadi hukuman kurungan bagi kaum gay. Tapi masalah ini masih berekor panjang, karena kelompok Kristen dan aktivis kegerakan gay bersamaan mengucurkan dukungan dan dana dalam polemik homoseksualitas di Afrika ini.

"Ini perjuangan hidup dan mati," tutur Mai Kiang, pimpinan Yayasan Keadilan bagi Lesbian Astraea, yang berbasis di New York. Yayasan ini telah mengalirkan dana USD 75.000 untuk membela hak asasi kaum gay, dan diperkirakan jumlah dana ini akan terus naik.

Ketika pembicara itu adalah Scott Lively (penulis buku pemulihan dari homoseksualitas), Caleb Lee Brundidge (mantan gay, kini mempromosikan pemulihan dari homoseksualitas), dan Don Schmierer (anggota kegerakan Exodus, untuk pemulihan homoseksualitas). Ketiganya kini berusaha melepaskan diri dari ketersangkutannya dengan rancangan undang-undang tersebut.

Schmierer sendiri menyatakan bahwa memang ia membicarakan pemulihan dari homoseksualitas, tapi ia tak tahu bahwa orang Uganda tengah mempertimbangkan hukuman mati itu. "Ini buruk. Buruk sekali," komentarnya, "Beberapa orang paling baik yang pernah saya temui adalah gay." Lively dan Brundidge juga menyatakan komentar serupa.

Situasi di Uganda sendiri sudah cukup rawan untuk kaum homoseks, dimana ancaman sering terjadi, bahkan juga terjadi perkosaan untuk 'meluruskan' kaum lesbian.

Pendeta Kapya Kaoma, dari Zambia, mengatakan "Mereka (tiga warga AS itu) telah menyulut api yang tak bisa mereka padamkan." Kaoma telah melakukan penyamaran untuk melihat situasi gerakan anti-homoseks di Afrika akibat kunjungan warga AS itu. Ia menambahkan, "Mereka (warga AS itu) menyepelekan homofobia di Uganda."

Uganda sendiri merupakan negara dimana pengaruh Kristen konservatif sangatlah besar, dan telah menjadi magnet penginjilan dari AS. Tapi banyak warga Afrika melihat homoseksualitas sebagai keasusilaan yang di-'impor' dari AS, sehingga benua ini banyak mengeluarkan peraturan keras terhadap kaum minoritas ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com