Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imigran Gelap Ditampung Sementara

Kompas.com - 30/12/2009, 16:33 WIB

SURABAYA, KOMPAS

 

Status 13 dari 17 imigran gelap asal Afganistan dan Irak belum jelas karena baru empat yang berstatus sebagai pengungsi. Kendati demikian, mereka belum bisa dipindahkan ke mana pun karena belum ada penempatan.

Satu-satunya alternatif dengan menempatkan para imigran di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tanjung Perak Surabaya. "Mau tidak mau untuk sementara mereka berada di sini karena di Jakarta juga penuh," kata Kepala Rudenim Tanjung Perak Djarot Sutrisno, Selasa (29/12).

Keberadaan imigran gelap tersebut menimbulkan persoalan karena kapasitas rudenim tersebut maksimal hanya bisa menampung 20 orang. Itu pun dengan kondisi pas-pasan. Hal tersebut dikeluhkan imigran asal Irak, Jasima Nessef. Dia mengeluh karena merasa tidak nyaman berada di sana. "Kami kepanasan, tolong keluarkan kami dari sini," ucapnya berulang kali.

Keterbatasan tempat, kata Djarot, sebenarnya sudah disadari sejak lama sehingga mereka membangun rudenim baru di Bangil, Pasuruan. Hanya karena anggaran yang diperoleh terbatas, diperkirakan pembangunan baru selesai paling cepat tahun 2011.

Lepas dari persoalan tempat, pihaknya menghadapi keterbatasan anggaran untuk membiayai imigran yang ditampung di rudenim, terutama makan sehari-hari. Sebagai gambaran, anggaran makan untuk setiap imigran per hari Rp 12.500. "Karena tidak mungkin dibagi untuk tiga kali makan, kami menyediakan makan dua kali saja setiap hari," begitu kata Djarot. Bantuan terbatas

 

Biasanya, untuk mendukung operasional terutama pelayanan bagi imigran yang ditampung di rudenim, pihaknya memperoleh bantuan dari International Organization for Migration (IOM).

Namun, tidak semua imigran di sana mendapat bantuan dana dari IOM. Selama ini bantuan hanya diberikan bagi imigran yang sudah menyandang status pengungsi. Akibatnya tidak semua imigran yang diamankan oleh Kepolisian Resor Sidoarjo pada Minggu (27/12) dini hari berhak memperoleh bantuan.

Apalagi 13 orang di antaranya belum memperoleh pengakuan pengungsi dari Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR). Menurut Djarot, semua imigran itu melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Sesuai Pasal 48 dan Pasal 53, mereka diancam pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 30 juta.

Dia mengakui, Indonesia umumnya cuma sebagai negara transit oleh imigran seperti itu. Mereka justru memilih negara ketiga sebagai tempat pelarian. "Australia menjadi salah satu negara favorit imigran sehingga saat ini di Christmas Island terdapat sekitar 2.000 pengungsi yang berangkat dari Jawa Timur," kata Djarot. (BEE) "Dia mengeluh karena merasa tidak nyaman berada di sana". Foto: 1 Kompas/Fabiola Ponto Imigran asal Irak, Emad Essa Awad (kiri), Mohamad Amaki (tengah), dan Jasima Nessef di RudenimTanjung Perak Surabaya, Senin (28/12).

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com