Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bike to Heritage: Tembok Berlin

Kompas.com - 16/12/2009, 16:13 WIB

TIDAK terasa, sudah 20 tahun lewat sejak komunisme runtuh di Jerman, yaitu saat tembok Berlin, yang dinilai sebagai tembok sombong yang membelah Jerman Timur dan Barat dan memisahkan keluarga serta orang-orang tercinta, hancur lebur dirubuhkan warga. Itu terjadi tepat 9 November 1989. Untuk memperingati 20 tahun runtuhnya Berlin Mauer, begitu sesak kegiatan di kota Berlin. Salah satunya adalah The Berlin Wall Trail (TBWT), yaitu mengelilingi jalur sepanjang 50 km di mana Tembok Berlin dulu berdiri.

Pemerintah Jerman sadar betul, masih begitu banyak pertanyaan tentang, “Di mana, sih, dulu Tembok Berlin berada?” Maka program TBWT pun digelar sehingga pejalan kaki dan pesepeda bisa dengan mudah menyusur jalur bekas tembok berada. Pasalnya, dengan semangat kebencian, 20 tahun lalu, warga Jerman ingin menghapus periode terburuk mereka sehingga tembok bersejarah yang memisahkan Berlin nyaris tak bersisa. Dalam rangka melestarikan ingatan dan sejarah atas kekejaman terhadap kemanusiaan, Senat Berlin memutuskan untuk menjadikan jalur perbatasan menjadi jejak sejarah.

Itu terjadi pada awal tahun 2000. Selanjutnya, konstruksi The Berliner Mauerweg (Jejak Tembok Berlin) pun mulai dibangun pada tahun 2002 dan kelar 2006. “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” Berlin mendukung rencana itu melalui resolusi untuk terus melanjutkan jalur pejalan kaki dan pesepeda sepanjang 160 km di mana tembok pernah berdiri di wilayah Jerman Barat serta menghubungkan jalur perbatasan yang masih memungkinan. Semua transportasi pun disesuaikan dengan jalur baru tersebut sehingga memudahkan pengunjung. Tahun lalu, proyek ini dilanjutkan untuk menyempurnakan jalur wisata sejarah Tembok Berlin.

“Intinya, secara total ada sepanjang 160 km Berlin Wall Trail yang tak hanya ditujukan sebagai pengingat akan tahun-tahun bagaimana kita dipisahkan dan juga untuk menarik wisatawan dari seluruh penjuru dunia tapi juga sebagai penghubung antara Berlin dan kawasan sekitar serta menjadi tempat di mana Timur bertemu Barat,” papar Ingeborg Junge-Reyer, Senator for Urban Development Berlin beberapa waktu lalu.

Tentu saja, wisata sejarah menggunakan sepeda ini dibikin saling terhubung dengan kota-kota di sekitar Berlin, atau Jerman secara global. Fasilitas untuk memberi kenyamanan para pengunjung, seperti tanda-tanda lalulintas, jalur, serta kesiapan lokasi yang dijual – selain jalur bekas tembok dan sisa tembok – juga dipersiapkan. Rupanya, warga Jerman, dan Berlin khususnya, sudah siap menerima sejarah terkelam negeri ini sebagai sebuah peluang bisnis dari pariwisata.

Pusaka budaya berupa Tembok Berlin ini, pernah menjadi momok bagi warga Jerman. Khususnya setelah 1989. Banyak dari mereka yang bersikeras membuang dan mengubur kenangan terkeji dari keberadaan tembok itu. Sementara para pejuang di bidang pelestarian pusaka, termasuk akademisi di bidang heritage Eropa, menolak melupakan peninggalan budaya sekelam apapun itu. Maka tak aneh, jika bagi penggerak pelestarian pusaka budaya, Berlin pernah dinilai menjadi contoh buruk bagi pelestarian karena Berlin Mauer nyaris tak bersisa.

Keseriusan pemerintah Berlin terlihat dengan peta TBWT yang lengkap plus keterangan yang diperlukan bagi pengunjung. Berbagai info sejarah tentang jalan, persimpangan jalan, bangunan, tak ada yang terlewat, semua tersaji bagi pengunjung baik pejalan kaki maupun pesepeda.

Sungguh berbahagia warga Jerman, atau mereka yang berkesempatan mampir ke Berlin, bahkan barangkali tinggal di negeri itu. Tembok kota, yang memang bukan tembok dari abad lampau, kini dihidupkan kembali.

Setidaknya, menghidupkan kenangan, berbagi sejarah, pengalaman, dan tentu saja pendidikan bagi generasi muda agar semua itu tak terulang. Terlebih lagi, pemerintah Berlin kemudian sadar bahwa apa yang menjadi catatan hitam negeri itu, khususnya Berlin yang terbagi menjadi dua, merupakan peluang bisnis yang di kemudian hari akan diingat sebagai catatan manis bagi perkembangan perekonomian Berlin dan Jerman pada umumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com