Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lestarikan Aset Sejarah

Kompas.com - 30/11/2009, 09:27 WIB

Palembang, Kompas - Pemerhati sejarah mendesak agar pemerintah mendorong upaya pelestarian aset sejarah Kota Palembang. Hal ini termasuk upaya merestorasi badan makam dan papan nisan di kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin II.

Demikian disampaikan pemerhati sejarah sekaligus arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti, Minggu (29/11), di Palembang.

Retno mengatakan, dia sudah melihat proses perusakan kompleks cagar budaya makam Sultan Mahmud Badaruddin II di Kota Ternate melalui foto-foto dokumentasi. Apa pun alasan si pelaku, lanjutnya, hasil pengamatan jelas menunjukkan telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tentang benda cagar budaya.

”Waktu itu, pernah juga ada inisiatif membentuk tim peninjau dari para pemerhati sejarah di Fakultas Adab IAIN Raden Fatah. Namun, perkembangannya sampai sekarang belum terpantau,” kata Retno.

Ditambahkan, pelanggaran lainnya terkait dengan penghilangan data sejarah. Entah si pelaku melakukannya dengan berlandaskan pada motif apa, tetapi data yang ada sekarang ini tidak bisa digunakan untuk melegitimasi apa pun terkait dengan kedudukan posisi Sultan Palembang saat ini.

Retno juga menyampaikan protes dan keberatan para arkeolog serta keturunan Sultan dari Kota Ambon dan Ternate terhadap perusakan makam Sultan Mahmud Badaruddin II. Sebagai upaya tindak lanjutnya, kalangan arkeolog juga meminta klarifikasi dan verifikasi terhadap keaslian batu nisan tersebut.

Ditanya tentang langkah yang harus ditempuh, Retno menyampaikan kapasitasnya sebagai arkeolog bahwa perlu ada restorasi bagian-bagian makam yang rusak.

”Informasi sementara yang kami terima terkait keberadaan nisan makam yang asli sekarang ini berada di bawah makam itu. Seharusnya ada upaya pengembalian ke bentuk awalnya,” kata Retno.

Bukti otentik

Dimintai pendapat soal dugaan benturan legitimasi, Retno menjawab kedua belah pihak yang saat ini mengaku sebagai sultan sebenarnya juga diragukan keabsahannya. Alasannya, jika dikaji dari fakta sejarah, keduanya tidak memegang bukti otentik pemegang kekuasaan.

”Konon, bukti sah pemegang kekuasan ini adalah Keris Carita. Selama ini, selalu ada alat legitimasi di budaya kerajaan. Hal tersebut sama halnya dengan Kesultanan Yogyakarta dengan Keris Joko Piturun-nya dan di Jambi dengan Keris Siginjai,” paparnya. (ONI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com