Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan Siaran Langsung Seharusnya Mengacu Kode Etik

Kompas.com - 14/11/2009, 13:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Anggara, mengatakan bahwa pembatasan siaran langsung persidangan seharusnya bukan ketentuan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Batasannya seharusnya adalah kode etik jurnalistik," kata Anggara di Jakarta, Jumat (13/11).

Menurut Anggara, kode etik jurnalistik sebenarnya telah memadai sehingga KPI seharusnya tidak lagi berupaya untuk mengeluarkan batasan-batasan terhadap siaran langsung persidangan.

Ia pun melanjutkan bahwa kode etik jurnalistik juga berlaku bagi segala macam pekerjaan wartawan, mulai dari media cetak seperti koran, hingga media elektronik seperti televisi.

Ia menegaskan, wewenang untuk melarang siaran langsung pengadilan terletak pada hakim pengadilan yang merupakan pemimpin dari persidangan tersebut.

Wacana larangan siaran langsung persidangan muncul antara lain karena pembacaan dakwaan yang vulgar dalam kasus pembunuhan yang menjerat mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesian Legal Resources Center (ILRC) Uli Parulian Sihombing mengatakan, pembacaan dakwaan vulgar itu sebenarnya hanyalah merupakan satu kasus. "Jangan satu kasus ini sampai digeneralisasikan dengan kasus-kasus lainnya," kata Uli.

Ia mengingatkan, siaran langsung persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata bermanfaat membuat masyarakat luas mengetahui secara cepat dan langsung mengenai rekaman rekayasa yang sebelumnya masih sebatas isu atau tidak jelas keberadaannya.

Senada dengan Anggara, Uli mengemukakan bahwa KPI bukanlah lembaga peradilan sehingga tidak berwenang menentukan larangan siaran langsung persidangan.

Sebelumnya, Ketua KPI Sasa Djuarsa Senjaja di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (11/11), mengatakan, pihaknya akan menata ulang liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan.

Sasa mengatakan, penataaan ulang itu karena liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan dinilai KPI akan menimbulkan ekses yang bisa membahayakan banyak pihak.

Menurut dia, liputan langsung stasiun televisi hanya boleh menyiarkan wawancara dengan majelis hakim, jaksa penuntut umum, dan kuasa hukum pada saat menjelang dan seusai sidang.

"Stasiun televisi tidak boleh melakukan liputan langsung proses jalannya persidangan karena itu bisa memengaruhi opini publik sebelum ada vonis dari majelis hakim," kata Sasa Djuarsa Sendjaja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com