Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Kejayaan Opium Berakhir?

Kompas.com - 04/09/2009, 07:23 WIB

KOMPAS.com — Mungkinkah era kejayaan opium Afganistan berakhir? Bisa jadi. Menurut laporan terbaru Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penanggulangan Narkoba dan Kriminalitas Terkait dengan Narkoba atau UNODC, Survei Opium Afganistan 2009, produksi opium di Afganistan menurun hingga 22 persen.

Penurunan produksi opium selama dua tahun berturut-turut itu terutama terjadi di Helmand, salah satu provinsi yang memproduksi 70 persen opium Afganistan. Laporan PBB, Rabu (2/9), menyebutkan, jumlah ladang opium berkurang dari 157.000 hektar menjadi 123.000 hektar pada tahun 2008. Jumlah wilayah yang ”bebas opium” pun sudah bertambah menjadi 34 provinsi.

”Kekuatan pasar opium Afganistan mulai rontok. Produksi, harga, keuntungan, tenaga kerja, dan ekspor turun seiring bertambahnya jumlah provinsi bebas opium,” kata Direktur Eksekutif UNODC Antonio Maria Costa.

Harga opium kering kini rata-rata turun menjadi 64 dollar AS per kilogram dari 95 dollar AS per kilogram, harga paling rendah sejak akhir 1990-an saat Taliban masih berkuasa. ”Afganistan memasuki era baru yang hanya bisa tercapai dengan bantuan internasional, terutama AS dan Inggris,” kata Menteri Penanggulangan Narkotika Afganistan Jenderal Khodaidad.

Harian The Washington Post menyebutkan, Afganistan sebenarnya masih memproduksi 6.900 ton opium setiap tahun. Jumlah ini 1.900 ton lebih banyak daripada yang dikonsumsi dunia. Para pakar menilai overproduksi opium membuat pasar jenuh dan memaksa harga turun sehingga opium menjadi kurang menguntungkan. Stok opium yang diduga mencapai 10.000 ton diduga masih disimpan di tempat tersembunyi, antara lain menurut situs Al Jazeera dalam goa tersembunyi milik Taliban.

Lalu, benarkah era kejayaan opium berakhir? Rasanya tidak juga karena meski disimpan dalam jangka waktu lama semisal 10-15 tahun, menurut laporan PBB itu, kualitas opium tidak berubah. Nilai opium juga tidak akan berubah karena di sejumlah daerah di sepanjang perbatasan Afganistan-Pakistan, opium justru biasanya berfungsi sebagai ”mata uang”.

Namun, kini yang menjadi kekhawatiran PBB justru jumlah stok opium yang disembunyikan. Jika benar ada 10.000 ton opium, jumlah itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan dunia akan heroin selama dua tahun. Bagi PBB, simpanan opium itu sama saja dengan bom yang sewaktu-waktu bisa meledak dan membanjiri pasar dunia dengan heroin murah.

Sumber pendapatan

Sekitar 90 persen opium yang beredar di dunia berasal dari Afganistan. Keuntungan hasil penjualan opium pun tidak main-main, 3,4 juta miliar dollar AS per tahun. Situs majalah Times dan The Washington Post menyebutkan, hasil penjualan opium sebagian besar digunakan untuk membiayai operasional Taliban dan menjadi tambang korupsi pejabat pemerintah. Taliban diduga meraih keuntungan 100-400 juta dollar AS per tahun dari hasil penjualan opium. Lebih tepatnya Taliban mengutip ”uang keamanan” dari para petani dan truk yang melewati daerah kekuasaan mereka.

Dalam laporan survei PBB diketahui keberadaan kartel narkotika (terdiri dari elemen-elemen antipemerintah) seperti halnya di Kolombia. Elemen antipemerintah itu tidak lagi hanya mengutip ”uang keamanan”, tetapi juga terlibat mulai dari proses produksi, pengolahan, penyimpanan, hingga ekspor. ”Opium menjadi sumber penghasilan utama sekaligus racun bagi masyarakat Afganistan yang sebagian besar miskin,” kata Costa.

Selama ini petani tidak memiliki pilihan lain selain menanam opium karena sangat menguntungkan. Karena itu, salah satu cara memutus rantai bisnis opium ini adalah dengan mengubah ladang opium menjadi ladang perkebunan atau pertanian. Strategi ini yang coba dilakukan AS dan Inggris untuk menghancurkan sumber pendapatan operasional kelompok-kelompok bersenjata di Afganistan, yakni opium. (LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com