Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Tes Keperawanan Sebelum Menikah Massal

Kompas.com - 15/07/2009, 09:23 WIB

NEW DELHI, KOMPAS.com — Laporan tentang "tes keperawanan" yang diberlakukan terhadap calon mempelai pengantin perempuan yang mengikuti pernikahan massal telah menggerakkan badan federal pengawas HAM perempuan di India untuk melancarkan investigasi. Namun, seorang hakim distrik di sebuah negara bagian India menerangkan bahwa tes itu semata-mata hanya "pemeriksaan klinis" yang dimulai setelah salah satu calon mempelai perempuan bersalin di tengah acara pernikahan massal sebelumnya.

Di sebagian besar wilayah India yang konservatif, hubungan seks sebelum menikah masih dianggap sebagai hal yang tabu. Bahkan, hubungan badan yang dipertontonkan, baik di layar lebar, maupun layar kaca, terkadang mengundang kontroversi di negara ini.

The National Commission for Women (NCW) menerangkan bahwa mereka telah mencari laporan itu dari pemerintah dan polisi negara bagian Madhya Pradesh. Dalam wawancara dengan jaringan televisi AS, CNN, juru bicara NCW, Kareena B Thengamam, menerangkan bahwa pihaknya menerima laporan, 150 calon mempelai wanita menjalani tes keperawanan sebelum mengikuti pernikahan massal yang disponsori oleh pemerintah pada 30 Juni.

Badan pengawas HAM tersebut juga telah membentuk komite penyidik independen. Namun, Pemerintah Federal Madhya Pradesh membantah telah melakukan tes keperawanan apa pun selain pemeriksaan yang disebut sebagai pemeriksaan klinis.

Dalam pembelaannya, Pemerintah Federal Madhya Pradesh menekankan "pemeriksaan klinis" ditujukan untuk menghindari acara pernikahan dari unsur penipuan, seperti mereka yang pernah menikah, tetapi masih ingin mengklaim fasilitas gratis untuk kembali menikah seakan-akan belum pernah menikah. "Uji klinis ini tidak mencakup pemeriksaan internal; hanya pemeriksaan perut dan itu juga diadakan setelah wawancara," ujar Neeraj Dubey.

Pemerintah Madhya Pradesh mengatur pernikahan massal dari mereka yang berekonomi lemah dengan dukungan dana hingga sekitar Rp 1,3 juta untuk tiap pasangan. Dukungan ini tidak berbentuk uang tunai, tetapi dalam bentuk perabotan rumah tangga.

Pemeriksaan klinis tersebut diadakan setelah seorang peserta pernikahan  melahirkan bayi di tengah acara pernikahan massal sebelumnya. Hakim distrik Shahdol, lokasi pernikahan massal berlangsung, menerangkan bahwa 13 perempuan diketahui hamil dari uji klinis yang diadakan setelah wawancara mengenai usia dan kondisi kesehatan mereka.

"Satu orang lagi masih di bawah umur," kata Neeraj Dubey. Dengan demikian, ke-14 perempuan tersebut tidak diizinkan untuk mengikuti pernikahan massal (tahun ini).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com