Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Iran dan Sirkulasi Konflik Elite

Kompas.com - 21/06/2009, 06:12 WIB

Mustafa Abd Rahman

KOMPAS.com — Suksesnya revolusi Iran tahun 1979, yang mengakhiri sistem monarki di bawah kepemimpinan Shah Iran, bukan berarti lalu tercipta sebuah Madinat Al Fadilah atau negeri ideal nan aman sentosa versi filsuf Al Farabi di Iran.

Iran pascarevolusi tak ubahnya negeri-negeri lain yang penuh dinamika dan bahkan intrik-intrik yang sering memakan anak revolusi itu sendiri.

Jika menilik gejolak politik di Iran pascapemilu presiden hari Jumat (12/6), sesungguhnya sudah merupakan sirkulasi gejolak yang terus berputar sejak awal masa revolusi.

Gejolak politik di Iran yang cukup kuat pada pascarevolusi itu adalah sebuah keniscayaan akibat negara yang dibangun di atas fondasi revolusi itu diusung oleh koalisi pelangi dengan ideologi yang bertentangan dan tentunya sangat rawan konflik.

Revolusi Iran dipapah ramai-ramai oleh koalisi spontanitas yang terdiri dari kaum intelektual berbasis Islam nasionalis, kaum sekuler nasionalis, kaum Mullah (ulama), kaum Bazari (pedagang) dan bahkan kelompok kiri (Marxis). Mereka dipersatukan oleh musuh bersama, Shah Iran Reza Pahlevi.

Ketika Ayatollah Imam Khomeini hidup di pengasingan di Paris, ia dikelilingi penasihat politiknya yang sebagian besar dari kaum intelektual Islam nasionalis, seperti Abul Hassan Bani Sadr (presiden pertama Iran 1980), Mehdi Bazargan (perdana menteri pertama Iran), Ebrahim Yazdi (menlu pertama Iran), Mustafa Chamran (menhan pertama Iran), dan Sadiq Qutbzadeh (direktur radio dan televisi pertama Iran).

Rumor pun saat itu muncul bahwa arsitek dan aktor intelektual revolusi Iran adalah kaum intelektual Islam nasionalis, sedangkan kaum Mullah dan Bazari adalah penggerak dan penyandang dana massa di lapangan.

Tidak heran jika Ayatollah Imam Khomeini memberikan kepercayaan kepada kaum intelektual itu untuk menduduki semua jabatan penting pemerintahan pascaberhasilnya revolusi.

Mulai retak

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com