Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Vs Teknologi Internet

Kompas.com - 19/06/2009, 06:28 WIB

KOMPAS.com - Memasuki hari keenam, protes massal terhadap hasil pemilihan presiden Iran kian gencar. Dukungan bagi gerakan reformasi dan kandidat presiden yang kalah (termasuk mantan Perdana Menteri Mir Hossein Mousavi) meluas setelah terjadi bentrokan berdarah dan tewasnya tujuh orang akibat terkena tembakan aparat keamanan Iran, Senin lalu.

Berkat teknologi internet, seluruh dunia dapat menyaksikan dan ikut merasakan apa yang tengah terjadi di Iran melalui pesan singkat atau rekaman kamera video. Potongan gambar dan rekaman video kekisruhan Iran tak henti-hentinya disiarkan berbagai media massa. Pemerintah Iran menilai berbagai media—terutama media asing—”menodai” citra Iran dengan melulu mempertontonkan foto dan gambar kekerasan.

Bahkan, media asing dituding menjadi ”corong” para pemrotes. Garda Revolusioner Iran juga menuduh media yang justru memancing kerusuhan. Akhirnya wartawan media asing dilarang beredar di jalanan dan meliput gelombang protes itu. Padahal, protes kali ini adalah yang terbesar sejak revolusi tahun 1979 yang melahirkan Republik Islam Iran.

Yang boleh dilakukan hanya bekerja dari dalam kantor, seperti membuat berita di dalam kantor, wawancara narasumber melalui telepon, dan memantau siaran berita resmi hanya dari stasiun televisi pemerintah. Pembatasan informasi terhadap wartawan juga pernah terjadi saat revolusi Iran tahun 1979. Saat itu berbagai media masih tergantung sepenuhnya pada jaringan telepon kabel dan teleks perusahaan telekomunikasi milik pemerintah untuk mengirimkan berita ke berbagai negara.

Menurut lembaga pemantau sensor internet, OpenNet Initiative, warga Iran juga pernah hanya bisa mengandalkan internet selama masa kepresidenan Mohammad Khatami tahun 1997 hingga 2005. Ketika itu, puluhan media independen ditutup dan wartawan dipenjara.

Selain menjegal media asing, pemerintah juga menutup akses internet berbagai media independen agar potongan gambar dan rekaman video tentang apa yang terjadi di Iran tidak bocor. Namun, upaya itu sia-sia karena sampai saat ini gambar dan video protes tetap bermunculan di mana-mana meski dengan kualitas yang tidak terlalu baik. Terkadang buram dengan gerak gambar yang tersendat-sendat.

Tidak akan mudah bagi rezim Presiden Mahmoud Ahmadinejad atau Garda Revolusioner Iran untuk menghambat bahkan menutup arus informasi di era internet seperti sekarang. Seperti kata peribahasa ”banyak jalan menuju ke Roma”, warga Iran (mayoritas anak muda) tak kehilangan akal dan berpaling ke situs jaringan sosial, seperti Facebook dan Twitter atau situs Youtube (forum global bagi ekspresi bebas), untuk menyebarkan informasi setiap saat.

Kini otomatis berbagai media sepenuhnya bergantung pada jurnalisme warga. Rekaman gambar dan video yang dipublikasikan para netter (pengguna internet) melalui internet ini yang disiarkan berbagai media asing, antara lain stasiun televisi CNN, dengan penjelasan asal sumber informasi. Pasalnya, mayoritas informasi yang ada di jaringan sosial belum dapat 100 persen dipastikan keasliannya.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menghalangi warga menyebarkan informasi. Selain internet, jaringan telepon juga dibatasi dan dipantau. Pakar masalah sensor di internet di Universitas Harvard, John Palfrey, mengatakan, pemerintah harus menutup seluruh akses ke dunia maya jika ingin mencegah warga menyebarkan pesan singkat, foto, atau surat elektronik (e-mail). Ini yang dilakukan rezim Korea Utara, Kuba, Moldova, dan Myanmar.

Solidaritas ”netter”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com