Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesir Impikan Obama seperti Carter

Kompas.com - 05/06/2009, 05:01 WIB

KOMPAS.com - Kairo, ibu kota Mesir, hari Kamis (4/6) kembali menjadi saksi sejarah dari sebuah ambisi seorang presiden AS.

Tiga puluh tahun lalu, 13 Maret 1979, Presiden AS Jimmy Carter dengan didampingi Presiden Mesir Anwar Sadat menyelusuri jalan-jalan utama kota Kairo dengan mengendarai mobil terbuka.

Carter saat itu ingin memberikan penghormatan langsung kepada rakyat Mesir yang berjejalan di pinggir jalan raya kota Kairo. Ini dilakukan sehubungan dengan tercapainya kesepakatan damai Mesir-Israel di Camp David, AS. Carter pun saat itu menyampaikan pidato khusus di depan parlemen Mesir.

Carter akhirnya dikenang dalam sejarah sebagai pionir atau motor penggerak tercapainya kesepakatan damai Mesir-Israel itu. Sebuah ambisi besar yang diraih Carter kala itu.

Tiga puluh tahun kemudian, 4 Juni 2009, Presiden AS Barack Obama kembali menyelusuri jalan raya kota Kairo yang berpenduduk sekitar 17 juta jiwa itu. Ia pun mengusung ambisi besar, yaitu mewujudkan rekonsiliasi AS dengan dunia Islam yang mengalami hubungan tegang, termasuk selama delapan tahun terakhir ini, yakni sejak peristiwa serangan teroris di AS pada 11 September 2001.

Selama delapan tahun terakhir itu, AS melancarkan perang melawan teroris tanpa ampun di beberapa wilayah di dunia Islam yang kenangan pahitnya terasa sampai sekarang.

AS juga menangkap dan menahan ratusan aktivis Islam dengan dugaan terlibat aktivitas teroris selama bertahun-tahun di Guantanamo tanpa diadili.

Fenomena ketegangan hubungan antara AS dan dunia Islam selama delapan tahun itu seolah mempertegas tesis Samuel P Huntington tentang bentrokan peradaban. Ini merujuk pada salah satu postulat Huntington bahwa pasca-Perang Dingin, bentrok yang akan mencuat antara lain adalah bentrokan sektarian.

Kairo hening

Dari gedung utama Universitas Kairo yang tak jauh dari aliran air Sungai Nil, Obama menyampaikan pidato historisnya, terutama kepada seluruh umat Islam di seantero dunia yang berjumlah sekitar 1,5 miliar jiwa. Intinya adalah tentang ajakan rekonsiliasi itu.

Kairo dengan penduduknya yang banyak dan lalu lintasnya yang padat biasanya hiruk-pikuk selama dua jam dalam sehari, apalagi pada jam-jam sibuk. Namun, Kairo tiba-tiba seperti kota sunyi. Ini tak lain karena warga ingin melihat penampilan sosok Obama yang memukau dan memberi janji soal angin perubahan menyangkut hubungan AS dan dunia Islam yang lebih baik. Ini adalah sebuah ambisi besar yang kini ingin diraih Obama.

Meski jalan masih panjang ke arah terwujudnya ambisi itu, Obama telah cukup berhasil menaikkan citra AS akhir-akhir ini. Jajak pendapat oleh Pusat Riset Gallup untuk studi Islam yang bermarkas di AS menunjukkan terjadi peningkatan dukungan rakyat Mesir, Tunisia, dan Arab Saudi kepada pemimpin AS dari hanya 6 persen pada masa-masa sebelum Obama menjabat menjadi 25 persen pada bulan Mei 2009.

Menurut penasihat Presiden Obama urusan agama Islam, yang juga Direktur Pusat Riset Gallup untuk Studi Islam, Dalia Mujahid, peningkatan cukup signifikan dukungan rakyat Mesir, Tunisia, dan Arab Saudi atas pemimpin AS saat ini adalah lantaran kebijakan persuasif Obama terhadap dunia Islam. Hal ini termasuk uluran tangan Obama untuk membuka dialog dengan Iran, Suriah, Taliban sayap moderat di Afganistan, penutupan kamp tahanan Guantanamo, dan dukungan kuat atas berdirinya negara Palestina.

Dalia yang berasal dari Mesir itu mengungkapkan, tim penasihat Obama di Gedung Putih terlibat perdebatan cukup panjang tentang isi pidato Presiden AS kepada dunia Islam itu.

Sebagian penasihat Obama, kata Dalia, menginginkan pidato Obama hanya menyinggung isu keagamaan dan kebudayaan saja. ”Namun, saya dan sejumlah penasihat Obama yang lain meminta agar pidato Presiden AS itu harus juga menyinggung isu politik karena problem hubungan AS dan dunia Islam selama ini bukan terletak pada isu keagamaan, tetapi politik,” ungkap Dalia lebih jauh kepada harian terkemuka Mesir, Al Ahram.

Dalia hijrah bersama keluarganya ke AS dari Mesir pada dekade 1960-an ketika dia berusia empat tahun.

Akhirnya, kata Dalia, disepakatilah agar pidato Obama harus mengandung isu politik, terutama isu Palestina yang selalu menjadi pusat perhatian dan keprihatinan umat Islam seluruh dunia.

Perjuangan Dalia ternyata tidak sia-sia. Opini di Mesir dan Timteng, baik pemerintah, media massa, maupun pengamat independen, sepakat bahwa upaya Obama melakukan rekonsiliasi AS-dunia Islam tidak bermakna tanpa ada solusi adil isu Palestina.

Tantangan Obama kini adalah apakah dia bisa mengulangi prestasi Carter tiga puluh tahun lalu, yang sama-sama menginjakkan kakinya di Kairo.

Adalah Carter yang bisa mempertemukan Presiden Mesir Anwar Sadat dengan PM Israel Menachem Begin di Camp David. Itu terjadi saat penandatanganan kerangka perjanjian damai Timteng pada 17 September tahun 1978 di Camp David.

Namun, sayang, Anwar Sadat tak lama setelah itu tewas di tangan rakyatnya sendiri. Perjanjian damai yang dia tanda tangani termasuk salah satu faktor di balik pembunuhannya. Meski demikian, Sadat dikenang sebagai salah satu promotor perdamaian, bersama Begin dan Carter. (MTH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com