Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersangka Teroris Dipaksa Menggonggong seperti Anjing

Kompas.com - 22/04/2009, 15:11 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com — Para pejabat penting AS bukan segelintir prajurit rendahan bermental buruk, yang berada di belakang taktik interogasi militer mengerikan yang diterapkan di Teluk Guantanamo sampai Afganistan dan Irak. Demikian laporan Senat AS, Selasa (21/4) waktu Amerika, seperti dikutip AFP.

Laporan setebal 261 halaman dari Komisi Angkatan Bersenjata Senat yang akan menjadi bekal untuk penyelidikan atas bagaimana AS memperlakukan para tahanan tersangka perang melawan teror ini tampaknya akan semakin memperpanas debat yang kini berlangsung perihal teknik-teknik militer AS yang dipercaya sebagai penyiksaan.

Panel yang diketuai Senator Demokrat Carl Levin ini membeberkan kesimpulan pentingnya pada Desember 2008, tetapi rincian hasil penyelidikan tetap dirahasiakan di bawah perlindungan aturan kerahasiaan Departemen Pertahanan AS.

Dalam pernyataan tertulisnya, Levin menyatakan, laporan itu menunjukkan bahwa klaim-klaim yang dikemukakan sejumlah pejabat top pemerintah dan Presiden George W Bush bahwa penyiksaan tahanan hanya dicatat sebagai hasil kerja tak bertanggung jawab dari sejumlah kecil prajurit nakal (few bad apples), adalah benar-benar bohong.

Laporan itu adalah penyangkalan atas baik kebijakan mengenai interogasi tahanan semasa pemerintahan Bush maupun perilaku para pejabat puncak pemerintahan yang berupaya melemparkan kesalahan atas praktik penyiksaan seperti pernah berlaku di Abu Ghraib, Teluk Guantanamo, dan Afganistan kepada para prajurit berpangkat rendah.

Laporan itu menyatakan bahwa para pejabat AS mulai menyiapkan apa yang kemudian disebut sebagai teknik-teknik "interogasi yang diperberat" hanya beberapa bulan setelah Serangan 11 September 2001 dan sebelum rangkaian memo yang memaklumatkan bahwa praktik-praktik sejenis itu legal.

Pendekatan (dalam menangani tahanan) memanfaatkan program militer AS bertajuk Bertahan, Pengelakan, Perlawanan, dan Penyelamatan (Survival, Evasion, Resistance and Escape/SERE) yang bertujuan melatih para personel militer AS menghindari interogasi musuh yang tidak menghiraukan larangan internasional mengenai penyiksaan.

Program ini termasuk pelibatan taktik-taktik seperti menelanjangi dan menampari tahanan, juga menenggelamkan kepala hingga nyaris tenggelam.

Laporan Senat ini juga mengatakan bahwa salah seorang tersangka teroris telah dipaksa untuk menggonggong dan berlaku seperti anjing, sedangkan yang lainnya dipaksa mengenakan pengingkat leher anjing, serta memanfaatkan anjing untuk mengendurkan perlawanan mereka.

Taktik-taktik interogasi juga termasuk "penodaan agama" dan mencampurkan tahanan dengan wanita bukan muhrimnya. Salah seorang pejabat yang dikutip dari laporan itu menyatakan bahwa beberapa teknik kekerasan telah digunakan sebelum invasi Irak Maret 2003 karena Washington frustrasi tidak menemukan bukti keterkaitan Al Qaeda dengan Irak.

"Meskipun mereka memberikan informasi dan beberapa di antaranya bermanfaat. Kami berada di sana untuk waktu yang lama guna memfokuskan pada upaya mencoba mengaitkan hubungan Al Qaeda dengan Irak," demikian laporan seperti dikutip perwira psikiater AD, Mayor Paul Burney, seraya menyebutkan beberapa interogasi di Teluk Guantanamo.

"Kami tidak berhasil mengaitkan hubungan antara Al Qaeda dan Irak. Semakin frustrasi orang mengaitkan hubungan di antara keduanya, semakin tertekan pula mereka untuk berlindung dari tindakan yang bisa menghasilkan fakta-fakta mengejutkan," kata Burney. Namun, tidak semua orang tertekan oleh kenyataan itu.

Laporan itu juga menguraikan peringatan berulang-ulang dari para pakar militer dan bidang lainnya, bahkan dari awal, bahwa interogasi dengan kekerasan kurang bisa menghasilkan data intelijen yang dibutuhkan dibanding pendekatan interogasi yang kurang agresif.

Satu memo bulan Juli 2002 dari Kantor Bersama Pemulihan Prajurit yang mengamati program SERE mengingatkan bahwa jika seorang penginterogasi mendapatkan informasi hasil dari penerapan tekanan fisik dan psikologis, maka kelayakan dan ketepatan informasi ini diragukan.

"Dalam kata lain, seorang tahanan yang mengalami kesakitan yang ekstrem bisa memberikan jawaban, setiap jawaban atau malah semua jawaban hanya agar sakitnya berhenti," demikian laporan Pentagon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com