Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus KDRT di Bantul Meningkat

Kompas.com - 02/03/2009, 18:55 WIB

BANTUL, SENIN — Dari tahun ke tahun, kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT di Kabupaten Bantul terus meningkat. Hal itu mengindikasikan semakin beraninya masyarakat untuk melaporkan kasus KDRT, yang selama ini dianggap masih tabu. Sebagian besar kasus KDRT dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi.

Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Kabupaten Bantul, jumlah kasus KDRT selama tahun 2008 tercatat 27 kasus, sementara tahun 2007 baru 17 kasus. Kasus tersebut berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, perkosaan, pencabulan, dan penelantaran.

Menurut Kepala BKK Bantul Joko Sulasno, masyarakat sekarang sudah lebih berani melaporkan kasus KDRT. "Mereka tidak lagi malu dan menganggap kekerasan itu sebagai persoalan internal rumah tangga yang tabu untuk dilaporkan. Kalau dulu, masyarakat masih menutup-nutupi karena dianggap tidak etis," katanya.

Perkembangan kasus KDRT, ia mengatakan, tidak lagi berkutat di kalangan masyarakat menengah ke bawah yang didominasi persoalan ekonomi, tetapi sudah meluas ke kalangan menengah ke atas, seperti latar belakang perselingkuhan. "Beberapa kalangan istri pegawai negeri sipil juga sudah mulai melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami," katanya.

Secara khusus, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul telah membentuk Forum Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (FPK2PA). Tim ini bertugas menyelesaikan dampak-dampak yang muncul akibat KDRT, misalnya masalah kesehatan dan pendidikan.

Sekretaris FPK2PA, Tutik, mengatakan, untuk dampak kesehatan, pihaknya akan merujuk di dinas kesehatan agar korban mendapatkan penanganan yang tepat. Semua biaya pengobatan akan ditanggung pemerintah.

"Untuk dampak pendidikan, kami mengusahakan agar korban pemerkosaan tetap diperbolehkan sekolah meski kondisinya tengah hamil. Sangat tidak adil bila pemerkosanya diizinkan sekolah, sementara korbannya justru dilarang," katanya.

Tutik menambahkan, selama ini masih banyak sekolah yang tidak paham dengan permasalahan tersebut. Sekolah justru malu jika ada siswa yang menjadi korban pemerkosaan. Mereka akan mengeluarkan siswa tersebut karena dianggap telah menciptakan aib.

"Mereka kurang memahami bagaimana kondisi psikis si korban, yang sebenarnya sudah banyak mendapat tekanan dari masyarakat sekitar," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com