Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran Wayang ASEAN Unjuk Gigi

Kompas.com - 02/12/2008, 11:55 WIB

Hareee geneee wayang? Capee deeeh. Mungkin kalimat tadi bakal terlontar spontan dari mulut banyak generasi muda Indonesia – meski tak sedikit yang bakal menjawab, yuuuk!, begitu ada ajakan nonton wayang tradisional, gratis pula. Meski tak ada data pasti, mudah diduga akan lebih banyak generasi muda memilih untuk datang ke perhelatan  yang menebar mimpi surga, seperti jadi beken secepat halilintar atau ke pergelaran yang menampilkan musisi/artis asing meski untuk masuk ke acara itu mereka harus menguras kocek. Pendeknya, demi bisa memelototi atau sekadar menyentuh tangan sang idola, apapun tak boleh jadi halangan.

Bukan cuma khalayak muda, pebisnis layar kaca pun lebih memilih pertunjukan yang bisa menggerojok pundi-pundi mereka. Alhasil, wayang pun keleleran. Barangkali Paman Semar pun cuma bisa geleng-geleng kepala sambil berucap,“Oooaalaaahh, nduk, ngger...“

Sejalan dengan keprihatinan terhadap rendahnya perhatian banyak pihak terhadap kesenian tradisional berupa wayang ini, Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) menggagas Festival Wayang ASEAN I di Gedung Pewayangan Kautaman, TMII, Jakarta Timur. Pergelaran itu akan berlangsung 29 November hingga 3 Desember – setelah festival wayang internasional – menampilkan wayang dalam wajah yang lebih modern dan teatrikal – usai digelar.

Pergelaran ini akan diikuti sembilan negara anggota ASEAN, Malaysia, Laos, Singapura, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Filipina, Thailand, dan Indonesia. Brunei Darusalam, yang belum memiliki wayang, akan datang sebagai peninjau.

“Festival ini adalah juga kelanjutan kegiatan dari penerimaan penghargaan Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO,” tandas Sekretaris Jenderal Sena Wangi, Tupuk Sutrisno yang didampingi Kepala Urusan Hubungan Internasional, Suparmin Sunjoyo beberapa waktu lalu di Museum Wayang, Jakarta Barat.

Menurut Tupuk, yang juga koordinator festival ini, pergelaran wayang  tradisional ini tak seperti yang dibayangkan masyarakat, tak lagi dipertunjukkan dari malam hingga pagi menjelang. “Sudah ada perkembangan, di mana pergelaran wayang bisa diperpendek waktunya. Dan semua pertunjukan wayang di festival ini hanya mengambil waktu satu jam,“ katanya.
    
Deklarasi Asosiasi Wayang ASEAN

Selain menggelar wayang dari seantero Asia Tenggara, festival ini juga akan diisi acara lain seperti simposium dan pendeklarasian Asosiasi Wayang ASEAN. Bisa dibilang, acara ini menjadi pembuka perhelatan ini, 29 November- 1 Desember. Pada rentang waktu ini, lebih banyak diisi acara seperti simposium, pelatihan tentang pewayangan, serta pendeklarasian asosiasi tersebut di atas.

“Pendeklarasian ini tentu salah satunya untuk membicarakan tentang kelanjutan festival wayang ini, apakah akan dibikin tiap tahun atau tiap dua tahun. Selain itu juga untuk bekerjasama dalam melestarikan dan mengembangkan wayang,“ demikian Suparmin.

Beberapa Wayang itu...
    
Sedikit tentang beberapa wayang yang bakal tampil, mungkin bisa jadi gambaran buat siapapun yang tertarik menengok festival ini. Wayang Air Vietnam, pergelaran wayang ini selalu mengambil tempat di kolam dengan air setinggi dada. Air inilah panggung utama wayang ini. Dalangnya, ada di belakang backdrop. Pertunjukan ini pertama kali digelar ribuan tahun lalu di atas permukaan kolam dan sawah di delta Sungai Merah, Vietnam. Wayang ini  adalah hasil karya para petani yang sehari-hari bergelut di sawah berlumpur. Efek gelombang dan percikan air hadi daya tarik wayang ini. Selain berlatar blakang kehidupan desa, cerita wayang ini juga menampilkan legenda dan sejarah negeri ini. Di TMII, wayang ini akan menggunakan kolam renang Ambartirta dan terakhir di kolam Renang Bulungan sebagai pertunjukan tambahan.

Wayang Kulit Seri Asun Malaysia, kesenian warisan Thailand (Nang Thalung -wayang kulit) ini kemudian terserap ke dalam wayang kulit Melayu (Wayang Gedek).

Biasanya berisi tentang epik lama, mirip wayang kulit Indonesia. Tapi kemudian wayang ini disesuaikan dengan perkembangan zaman.. Dalangnya pun menggunakan bahasa Inggris diselang-seling bahasa Melayu dialek Kedah bercampur bahasa Thailand.

Hun Lakorn Lek Thailand, adalah wayang yang merupakan imitasi figur Hun Yai (Wayang Besar) dan sebuah kesenian kreasi baru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com