Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obama dan Sel Punca

Kompas.com - 26/11/2008, 05:22 WIB
IRWAN JULIANTO


Biologi hingga beberapa dekade lalu masih dilecehkan sebagai ilmu kuno dan tak laku. Jauh kalah pamornya dibanding fisika dan terapannya, seperti elektronika, telekomunikasi, hingga komputer. Namun, kini, dengan berkembangnya biologi molekuler dan bioteknologi, maka perkembangan biologi eksperimental sungguh luar biasa, hingga sekaligus menjadi ilmu masa kini dan masa depan yang akan mengubah wajah peradaban umat manusia.

Salah satu bintang perkembangan biologi saat ini adalah riset di bidang sel punca (stem cells). Tepat seabad yang lalu, tahun 1908, istilah ”stem cell” pertama kali diusulkan oleh histolog Russia, Alex- ander Maksimov, pada kongres hematologi di Berlin. Ia mempostulatkan adanya sel induk yang membentuk sel-sel darah (haematopoietic stem cells). Tahun 1978, terbukti teori ini betul dengan ditemukannya sel-sel punca di darah sumsum tulang belakang manusia.

Perkembangan riset sel punca melaju cepat dalam 10 tahun terakhir. Tahun 1998, James Thomson berhasil membiakkan untuk pertama kali sel-sel punca embrionik manusia di Universitas Wisconsin-Madison. Oktober 2007, Mario Capecchi, Martin Evans, dan Oliver Smithies memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran untuk riset mereka mengubah gen-gen tertentu pada mencit menggunakan sel punca embrionik hewan ini.

Sayangnya riset di bidang sel punca embrionik di Amerika Serikat sejak 2005 tidak dibiayai oleh anggaran federal karena diboikot oleh Presiden George W Bush sehabis ia terpilih lagi akhir tahun 2004, dengan alasan etis. Untungnya, November 2007 dua ilmuwan Jepang, Shi- nya Yamanaka dan Kazutoshi Takahashi, serta James Thomson secara terpisah mengumumkan keberhasilan mereka menciptakan aneka jenis sel somatik dari sel punca hasil reprogram sel somatik (induced pluripotent cells) yang berasal dari sel-sel kulit manusia. Temuan ini merupakan terobosan besar yang membuka kesempatan untuk terapi regeneratif tanpa dibebani persoalan etik karena tidak memanfaatkan sel-sel punca dari pembiakan embrio.

Kontroversial

Di dalam tubuh manusia dan hewan pada umumnya terdapat dua jenis sel, yaitu sel somatik (tubuh) dan sel seksual (sperma dan sel telur). Dalam perkembangannya, ada lebih dari 200 jenis sel manusia yang berbeda, misalnya sel saraf, kulit, darah, ginjal, hati, otot jantung, usus, hingga tulang. Setiap jenis sel pada tubuh manusia ini dapat dirunut balik dari sel telur yang difertilisasi oleh sel sperma membentuk morula dan dalam lima hari menjadi blastokista, yang kemudian membentuk sekumpulan sel punca.

Selain sel-sel punca embrionik, ada sel-sel punca dewasa yang ditemukan di jaringan otak, mata, darah, hati, sumsum tulang, otot, dan kulit. Jadi definisi awam untuk sel punca adalah sebuah sel tunggal yang dapat bereplikasi sendiri menjadi sel serupa atau berdiferensiasi menjadi aneka jenis sel yang sama sekali berbeda (pluripoten).

Karena sifat-sifatnya inilah maka sel punca diyakini dapat digunakan untuk meregenasi sel-sel di tubuh manusia yang rusak. Misalnya memperbaiki bagian jaringan jantung yang mati pada pasien serangan jantung, atau menumbuhkan jaringan otak/ saraf dan pembuluh darah baru pada pasien stroke sehingga yang tadinya lumpuh dapat berjalan lagi. Diyakini pula sel punca dapat meregenerasi organ ginjal yang rusak, mengganti kulit pada pasien luka bakar, menyembuhkan pasien diabetes dan komplikasinya, Parkinson dan Alzheimer, arthritis, cedera tulang belakang, dan masih banyak lagi ”mukjizat” kesembuhan lainnya.

Tak urung, pemanfaatan sel punca, terutama yang embrionik, adalah isu yang amat kontroversial. Para penentangnya , terutama di kalangan Kristen dan Katolik yang fanatik di AS menganggap embrio manusia tidak selayaknya digunakan untuk eksperimen dan dihancurkan.

Pekan lalu, televisi kabel CNN memberitakan dua hal menarik berkaitan dengan sel punca. Pertama, Vatikan walaupun menyambut gembira kemenangan Barack Obama sebagai Presiden ke-44 AS—karena menjanjikan perbaikan layanan kesehatan dan pendidikan bagi rakyat kebanyakan—tetapi sekaligus juga khawatir jika ia akan mencabut larangan riset sel punca embrionik oleh Presiden Bush. Sebenarnya kekhawatiran ini agak berlebihan karena larangan Bush justru telah dijawab dengan temuan Yamanaka, Takahashi, dan Thomson.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com