Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenangan Obama Bagus bagi Indonesia?

Kompas.com - 31/10/2008, 10:02 WIB

Tidak jelas kenapa Obama tidak pernah menggunakan keanggotannya di SubKomisi Asia Pasifik untuk mengangkat isu-isu Indonesia. Dengan ikatan historis sebesar itu, Obama seharusnya bisa memosisikan dirinya sebagai sekutu Indonesia di Kongres. Satu hal yang mungkin, dari awal kariernya sebagai Senator—yang ia mulai Januari 2005—Obama sudah mulai memikirkan kemungkinan untuk maju sebagai calon presiden pada pemilihan tahun 2008 sehingga ia tidak ingin terlalu diasosiasikan dengan Indonesia. Atau, yang lebih mungkin, bagi Obama, Indonesia tidak memiliki nilai strategis dibandingkan dengan prioritas kebijakan luar negeri lainnya.

Memang dapat dipastikan siapa pun yang memerintah AS nantinya—Obama sekalipun— prioritas kebijakan luar negeri AS pada umumnya tidak akan berubah. AS tetap akan terkonsumsi pada isu-isu yang selama ini menyedot perhatian pemerintahan Bush, seperti situasi di Irak, masalah program nuklir Iran, penyelesaian konflik Israel-Palestina, terorisme global, isu keamanan energi, serta makin agresifnya Rusia sebagai kekuatan ekonomi dan militer.

Secara gaya dan pendekatan betul akan terdapat perbedaan fundamental kalau Obama yang menang, di mana prinsip multilateral lebih ditekankan. Namun, secara prioritas tidak akan ada perubahan dramatis.

Secara spesifik mengenai Asia, kebijakan luar negeri AS nantinya akan tetap pula didominasi isu- isu klasik, seperti berkembangnya China sebagai sebuah kekuatan ekonomi dan militer, penyelesaian isu program nuklir Korea Utara, instabilitas di Pakistan dan Afganistan, serta berkembangnya India sebagai kekuatan ekonomi. AS juga tetap akan mempertahankan hubungan dengan sekutu-sekutu tradisionalnya di Asia Pasifik, yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Australia.

Kongres

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah Kongres, institusi yang juga memiliki otoritas dan peran penting di dalam menentukan arah kebijakan luar negeri AS melalui apa yang sering disebut sebagai power of the purse (kekuatan dompet) atau diartikan dengan kekuatan melalui fungsi budgetingnya. Sering sekali Kongres mengeblok suatu alokasi dana atas program atau bantuan untuk negara tertentu, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu atas program IMET untuk Indonesia. Dalam memberikan persetujuan terhadap alokasi dana, Kongres juga selalu mencantumkan kondisi-kondisi yang menyebabkan ruang gerak pihak eksekutif di dalam memainkan politik luar negeri sering terbatas.

Setelah pemilihan tahun 2008 nanti. hampir pasti Kongres tetap akan dikuasai oleh Partai Demokrat (bahkan dengan jumlah kursi yang lebih banyak). Itu berarti isu-isu seperti hak asasi manusia, peran militer dan buruh, yang selama ini sering mengganjal hubungan bilateral AS dan Indonesia, mungkin akan tetap muncul.

Betul salah satu yang membuat rakyat AS tertarik dengan Obama adalah bahwa, sebagai presiden, ia akan mempunyai kemampuan untuk memobilisasi dukungan dari Kongres, tidak hanya dari anggota-anggota Partai Demokrat, tetapi juga Partai Republik. (Satu hal yang membuat rakyat Amerika muak dengan para politisi di Washington adalah dominannya semangat partisan sempit di proses politik sehingga sering terjadi gridlock atau kemacetan). Namun, belum bisa dipastikan apakah sebagai presiden, Obama akan mampu untuk mengubah posisi anggota-anggota partainya sendiri atas isu-isu yang secara tradisional melekat pada mereka. Tidak dapat dipastikan apakah Obama bersedia untuk memengaruhi anggota Partai Demokrat atas isu yang bukan merupakan prioritas pemerintahannya.

Yang juga penting untuk dicatat, secara ideologis Obama adalah seorang liberal. Bahkan, ia dinobatkan sebagai senator yang paling liberal pada tahun 2007 oleh majalah National Journal. Dengan begitu, secara prinsipil dan insting kemungkinan akan sulit baginya untuk tidak mengacuhkan isu-isu seperti hak asasi manusia dan buruh.

Selama masa kampanye pun, terutama selama proses nominasi Partai Demokrat, Obama beberapa kali mengeluarkan statemen bahwa sebagai presiden, ia akan mencantumkan isu-isu buruh dan hak asasi manusia sebagai kondisi penting dalam menyusun perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain. Ia juga pernah mengkritik tajam berbagai perjanjian perdagangan bebas yang sudah ditandatangani AS, termasuk yang paling penting Area Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) karena kurang memerhatikan isu-isu buruh. Bahkan, ia juga pernah menyatakan, jika terpilih sebagai presiden, ia akan melakukan review atas berbagai perjanjian perdagangan bebas AS yang tidak memerhatikan isu-isu buruh.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com