Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Menunda Sidang Tariq Aziz

Kompas.com - 30/04/2008, 00:52 WIB

Baghdad, Selasa - Hakim Ketua Pengadilan Tinggi Irak Rauf Rasheed Abdel Rahman, Selasa (29/4), memutuskan menunda sidang pengadilan mantan Perdana Menteri Irak, Tariq Aziz, beberapa jam karena Aziz dan tujuh terdakwa lain belum sampai di gedung pengadilan yang berada di kawasan Zona Hijau. Sidang Aziz dimulai pukul 17.00 waktu setempat (pukul 21.00 WIB). Sedianya sidang dibuka pukul 14.00 WIB.

Abdel Rahman mengakui ada prosedur tertentu yang harus dilakukan terkait perpindahan para terdakwa dari penjara ke pengadilan. Aziz (72) terpaksa harus menunggu lagi.

Padahal, dia sudah lima tahun menunggu proses pengadilan. Sejak menyerahkan diri kepada pasukan keamanan AS, April 2003 lalu, Aziz yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri Irak itu langsung mendekam di penjara tanpa ada proses hukum.

Selain Aziz, ada juga Ali Hasan al-Majid yang dikenal dengan ”Kimia Ali” yang juga disidang bersama-sama Aziz. Sama seperti Aziz, ”Kimia Ali” juga dituding terlibat dalam eksekusi 42 pedagang di Baghdad tahun 1992. Mereka dituding sengaja menaikkan harga pangan saat Irak terkena sanksi ekonomi PBB karena menginvasi Kuwait tahun 1990.

Sebelumnya, ”Kimia Ali” menjadi terdakwa dan sudah dijatuhi hukuman mati Juni lalu karena terlibat operasi militer Anfal tahun 1980-an yang menewaskan puluhan ribu warga Kurdi. ”Kimia Ali” didakwa bersalah telah menggunakan gas beracun untuk meracuni warga Kurdi. Namun, hukuman mati itu belum juga dilaksanakan sampai hari ini.

Terdakwa yang lain dalam kasus yang sama ini adalah adik tiri Saddam, Watban Ibrahim al-Hassan (mantan Menteri Penerangan), Sabaawi Ibrahim al-Hassan (mantan Pejabat Keamanan Irak), Mizban Khudier Hadi (anggota mantan Dewan Komando Revolusioner), Abid Hamid Mahmud (Sekretaris Saddam), Ahmed Hussein Khudier (mantan Menteri Keuangan), dan Essam Rasheed Khuwaish (mantan gubernur bank sentral).

Satu-satunya Nasrani di dalam lingkaran di dalam Saddam, Aziz menjadi orang paling dikenal dunia setelah Saddam karena kerap muncul mewakili Irak dalam perhelatan komunitas internasional. Apalagi dengan bekal bahasa Inggris yang fasih dan kemampuan diplomasi yang mumpuni. ”Dakwaan pada Aziz itu tidak terbukti. Ia dituduh bersalah hanya karena pernah menjadi anggota Dewan Komando Revolusioner Saddam,” kata pengacara Aziz, Badia Arif.

Pengadilan Tinggi Irak tengah bersiap-siap mengadili mantan pejabat masa pemerintahan Saddam yang telah dihukum gantung Desember 2006 setelah didakwa bersalah memerintahkan pembunuhan 148 warga Syiah di Dujail tahun 1982. Aziz sebelumnya juga pernah diajukan sebagai saksi dalam sidang para mantan pejabat di rezim Saddam.

Anti-Barat

Meski tidak pernah diketahui terlibat dalam berbagai kejahatan yang serius, seperti genosida atau kejahatan kemanusiaan yang lain, Aziz menjadi tokoh di rezim Saddam yang memegang prinsip anti-Barat. Sebagai anggota lingkaran dalam Saddam, Aziz selalu saja membela rezim Saddam. Bahkan, saat sesi dengar pendapat dalam sidang pengadilan kasus Anfal tahun lalu, Aziz bersaksi dan membela segala tindakan Saddam.

”Saya merasa sangat terhormat sudah bekerja dengan rezim pemerintahan pahlawan Saddam. Ia pahlawan di balik persatuan dan kedaulatan Irak,” kata Aziz ketika bersaksi.

Aziz masuk dalam daftar buron pasukan AS yang paling dicari. Ia ada di urutan ke-43. Selang dua pekan setelah kekuasaan Saddam berakhir, Aziz menyerahkan diri kepada AS, April 2003. Sejak itu keberadaan Aziz langsung hilang. Selama lima tahun mendekam di penjara tanpa proses pengadilan, Aziz dilaporkan sering mengeluh sakit karena situasi penjara tidak manusiawi. Pengacara Aziz, Arif, menyebutkan, ruangan ”penjara” Aziz itu seluas 2 x 1 meter. Bahkan, kondisinya jauh lebih buruk daripada kandang anjing. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com