Salin Artikel

Profil Joseph Stalin, Pemimpin Brutal Uni Soviet

MOSKWA, KOMPAS.com - 70 tahun lalu, pada 9 Maret 1953, Joseph Stalin dimakamkan di Moskwa setelah meninggal mendadak empat hari sebelumnya. Sekarang Rusia kembali mempromosikan Stalin yang dikenal sebagai pembunuh massal. Ada apa?

Joseph Stalin meninggal mendadak pada 5 Maret 1953 pada usia 74 tahun setelah mengalami stroke.

Menjelang pemakaman kenegaraannya pada 9 Maret 1953 diumumkan empat hari berkabung nasional.

Meskipun cuaca ketika itu sangat dingin, sampai -18 derajat Celsius, banyak penduduk menanti dalam antrean panjang untuk memberikan penghormatan terakhir.

Hingga kini, masih banyak warga Rusia yang melihatnya sebagai "Bapak Bangsa". Sekarang, Presiden Vladimir Putin kembali mempromosikan sosok Stalin sebagai penakluk Hitler selama Perang Dunia Kedua.

Kepemimpinan Joseph Stalin dicatat sejarah sebagai kekuasaan brutal. Butuh beberapa tahun sampai para pemimpin Soviet berikutnya mulai bisa menjauhkan diri dari "kultus individu Stalin," dan baru pada tahun 1960-an untuk pertama kalinya dia dinyatakan sebagai seorang pembunuh massal.

Lahir sebagai Iosif Dzhugashvili di Georgia, tokoh yang dijuluki "si baja" ini de facto menjadi penguasa Uni Soviet pada 1923.

Menurut perkiraan sejarawan, hingga 40 juta orang menjadi korban teror Stalin selama tiga dekade pemerintahannya.

Mereka dieksekusi, dikirim ke kamp kerja paksa, atau mati kelaparan karena politiknya. Juga ada deportasi massal, dan banyak anggota kalangan intelektual--penulis terkemuka, penyair, aktor, ilmuwan, sutradara--yang dikecam sebagai "musuh rakyat" yang disiksa atau dibunuh.

"Saat itu saya masih balita, pada 1953, tetapi saya ingat kematian Stalin dengan baik," kata sejarawan berusia 72 tahun itu.

"Saya merasakannya dengan cara yang kekanak-kanakan, terutama suasananya: betapa dinginnya cuaca dan besarnya ketakutan--bulan-bulan terakhir era Stalin sangat menindas, sangat menekan."

Jasad Joseph Stalin yang dibalsam awalnya ditempatkan di sebelah Lenin di sebuah mausoleum di Lapangan Merah di pusat kota Moskwa.

Tapi kemudian dipindahkan dari tampilan publik dan dikuburkan di luar tembok Kremlin pada tahun 1961.

Uni Soviet kemudian memang melakukan apa yang disebut de-Stalinisasi. Monumen dan patung-patung Stalin yang tak terhitung jumlahnya di Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur lainnya juga sebagian besar dihancurkan kemudian dilebur, dikubur, atau dibuang ke sungai.

"Dimulai sekitar tahun 2014, dengan aneksasi Crimea," kata jurnalis budaya dan penulis Rusia Irina Rastorgueva, yang seperti juga Sherbakova, saat ini tinggal di Berlin.

Monumen Stalin terbaru diresmikan pada 1 Februari 2023, di kota Volgograd (sebelumnya Stalingrad), untuk memperingati 80 tahun berakhirnya pertempuran Stalingrad.

Wali Kota Volgograd menyatakan pada upacara peresmian bahwa "negara-negara tertentu hari ini ingin menghapus ingatan akan kemenangan besar tentara Soviet ", tetapi mereka tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Monumen baru Stalin itu mewakili paradigma saat ini tentang bagaimana pihak berwenang "menafsirkan sejarah dari atas," kata Irina Rastorgueva.

Vladimir Putin berusaha untuk merehabilitasi kembali sosok Joseph Stalin sebagai pemimpin yang melawan Nazi Jerman dan mengubah Uni Soviet menjadi adidaya dunia.

"Kemenangan Perang Dunia II adalah pemersatu terakhir, kartu truf terakhir propaganda Rusia," jelas Irina Rastorgueva.

Dia percaya, kultus neo-Stalinis akan terus berlanjut selama Vladimir Putin berkuasa. Suatu hari nanti akan ada bab tentang "Stalinisme" dan "Putinisme" di buku sekolah Rusia, katanya.

"Tapi sebelum itu terjadi, kami harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Ukraina saat ini dan membayar harganya. Dan harga itu akan sangat tinggi."

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Kembalinya Kultus Joseph Stalin di Rusia Masa Kini.

https://internasional.kompas.com/read/2023/03/09/173000170/profil-joseph-stalin-pemimpin-brutal-uni-soviet

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke