Salin Artikel

Sejarah Turunnya Al Quran hingga Pembukuannya

KOMPAS.com - Al Quran mulai diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW pada bulan Ramadhan tahun 610 dan disebarkan secara bertahap hingga 632 M.

Bukti menunjukkan bahwa Nabi Muhammad membacakan teks, sementara ahli-ahli Taurat menuliskan apa yang mereka dengar.

Beberapa sahabat Nabi mulai mengumpulkan semua "surah" (bab) ke dalam satu jilid, yang kemudian disebarluaskan dalam cara itu.

Upaya ini menghasilkan sejumlah versi berbeda dari kitab suci dari "Sahabat Nabi", versi yang hari ini sebagai “Kodeks Para Sahabat”.

Tak lama setelah kematian Nabi Muhammad, naskah tulisan tangan yang berbeda menjadi populer di berbagai bagian negeri Muslim.

Turunnya Al Quran

Turunnya Surat Al-Alaq ayat 1-5 menjadikan awal dari kenabian Muhammad. Waktu turunnya Al Quran juga menjadi awal penyebaran agama Islam.

Al Quran diturunkan dalam dua cara, yaitu secara lengkap di malam Lailatulqadar dari Lauh Mahfudz ke langit dunia, lalu diturunkan ke Nabi Muhammad secara bertahap.

Sejarah turunnya Al Quran dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah (sebelum hijrahnya Nabi pada 17 Ramadan 610 M) dan Madinah (setelah hijrah).

Selama periode Mekkah, pada umumnya ayat yang diturunkan berisi tentang akidah (paham terkait keimanan) dan tauhid (dasar ajaran agama Islam). Pada periode ini, terdapat 86 surat yang diturunkan selama 12 tahun lima bulan.

Ayat yang turun di Madinah umumnya berkaitan dengan muamalat (hubungan manusia sebagai makhluk sosial), syariat (aturan dalam kehidupan Islam), dan hukum Islam.

Pada periode setelah hijrahnya Nabi Muhammad ini, terdapat 28 surat yang diturunkan selama sembilan tahun sembilan bulan. Ayat Al Quran yang terakhir diturunkan adalah surat Al-Maidah ayat 5.

12 Orang

Nabi Muhammad mewahyukan ayat-ayat Al Quran selama 23 tahun. Sekitar 42 juru tulis menulis ayat-ayat tersebut pada bahan yang berbeda, seperti kertas, kain, pecahan tulang dan kulit.

Pada zaman kuno, literasi adalah keterampilan yang hanya dimiliki sedikit orang dan Nabi Muhammad sendiri tidak tahu cara membaca atau menulis.

Pada masa Khalifah Abu Bakar, ketika 70 orang yang penghafal Al Quran (qari), terbunuh dalam Pertempuran Yamama, Umar bin al-Khattab menjadi prihatin dan memohon kepada Abu Bakar untuk menyusun Al Quran menjadi sebuah buku.

Abu Bakar membentuk delegasi di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit, salah seorang ahli kitab terkemuka.

Kelompok itu terdiri dari 12 orang, diantaranya tokoh-tokoh terkenal seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talha bin Ubaydullah, Abdullah bin Masood, Ubayy bin Kab, Khalid bin Walid, Hudhaifah dan Saleem.

Mereka berkumpul di rumah Umar dan mengumpulkan semua bahan-bahan yang di atasnya tertulis ayat-ayat Al Quran.

Selain itu, mereka juga mendengarkan lantunan ayat-ayat yang dihafal oleh para sahabat Nabi. Masing-masing dari mereka diminta untuk menunjukkan dua orang saksi dari ayat yang mereka baca.

Mushaf

Dengan demikian, semua ayat Al Quran yang menggambarkan penciptaan alam semesta dan manusia, hari penghakiman, kisah teladan orang-orang yang hidup sebelumnya dan kepercayaan, ibadah, moral dan dasar hukum yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang beriman dikumpulkan menjadi satu volume buku.

Setiap ayat diajarkan oleh malaikat Jibril dan dinyatakan oleh Nabi Muhammad. Ayat adalah nama yang diberikan untuk setiap kalimat Al Quran, dan surah adalah nama yang diberikan untuk setiap bagian dari kitab suci.

Dalam Al Quran ada 6.236 ayat, 114 surah dan sekitar 323.000 surat.

Saeed bin al-Aas, yang terkenal dengan keindahan tulisan tangannya, menuliskannya di atas kulit kijang. Tulisan yang digunakan adalah tulisan Arab pada masa itu, yang sudah tua dan umum digunakan pada masa itu di Hijaz.

Para sahabat sepakat bahwa tulisan yang digunakan Nabi Ismail di Hijaz ini adalah tulisan kaum Muslim.

Salinan Al Quran dibacakan kepada para sahabat pada pertemuan umum. Tidak ada keberatan. Maka, muncullah kitab yang disebut “mushaf” yang artinya ayat-ayat tertulis.

Sebanyak 33.000 sahabat sepakat bahwa setiap huruf Al Quran sudah benar. Kemudian naskah ini dikirim kepada Umar bin al-Khattab. Setelah kematiannya, kitab ini diteruskan ke Hazrat Hafsah, putri Umar dan istri Nabi Muhammad.

Dialek Quraisy

Perbedaan diamati dalam pembacaan Al Quran dalam pertempuran Armenia antara Muslim dari Damaskus dan Irak selama periode khalifah ketiga, Khalifah Utsman.

Hudhaifah, salah satu Sahabat Nabi, pergi ke hadapan khalifah dalam perjalanan kembali dari ekspedisi dan memintanya untuk mencegah perbedaan itu.

Pada tanggal 25 Hijriah (647), Utsman mengumpulkan delegasi yang dihadiri oleh Abdullah bin al-Zubair, Saeed bin al-Aas dan Abd al-Rahman bin Harits di bawah pimpinan Zaid bin Tsabit. Semuanya, kecuali Zaid, berasal dari Quraisy.

Utsman berkata bahwa dialek Quraisy harus lebih diutamakan, jika mereka berkonflik dengan Zaid mengenai dialek, karena Nabi Muhammad berasal dari suku Quraisy. Al Quran diturunkan dalam tujuh dialek bahasa Arab pada masa itu.

Muslim pertama yang melek huruf dapat dengan mudah membaca tulisan bahasa mereka sendiri. Tetapi kondisinya agak berbeda pada saat itu, karena aksara Arab tidak memiliki tanda diakritik untuk membedakan huruf atau simbol vokal.

Rombongan membawa naskah asli dari Hafsah. Dalam mushaf ini, surat-suratnya tidak dipisahkan satu sama lain. Surat-surat diurutkan menurut urutan keturunannya dalam naskah Ali dan menurut panjangnya dalam naskah Abdullah bin Masood.

Sekarang ayat-ayat itu ditulis dalam dialek Quraisy. Surat-surat itu disusun dalam barisan, dipisahkan satu sama lain berdasarkan panjangnya.

Urutan surat-surat itu tidak didasarkan pada perintah yang diberikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, tetapi berdasarkan kesepakatan para sahabat Nabi.

https://internasional.kompas.com/read/2022/04/15/040000070/sejarah-turunnya-al-quran-hingga-pembukuannya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke