Salin Artikel

Biografi Salahuddin Ayyubi, Pemimpin Pasukan Islam Selama Perang Salib

KOMPAS.com - Biografi Salahuddin Ayyubi menjadi sangat menarik terutama mengingat perannya sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah dan pemimpin pasukan Islam selama Perang Salib.

Salahuddin Ayyubi (Saladin) adalah pemimpin militer dan politik Islam, dan merupakan salah satu Sultan Mesir ternama.

Karir militernya di mulai dengan peran kecil ketika membantu pamannya, Syirkuh. Meski begitu, dengan peran tersebut dia tetap membuktikan kemampuannya. Tak perlu waktu lama, dia dipercaya mengemban tanggung jawab untuk pertempuran yang lebih penting.

Kemenangan terbesar Saladin atas Tentara Salib Eropa terjadi pada Pertempuran Hattin pada 1187. Ini membuka jalan bagi masuknya kembali Islam di Yerusalem dan kota-kota Tanah Suci lainnya.

Selama Perang Salib Ketiga berikutnya, Saladin tidak dapat mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Raja Inggris Richard I, yang mengakibatkan hilangnya sebagian besar wilayah yang ditaklukkan ini.

Namun, dia mampu menegosiasikan gencatan senjata dengan Richard I yang memungkinkan penduduk muslim melanjutkan kendali atas Yerusalem.

Jenderal muda

Salahuddin memiliki nama lengkap Salah ad-Din Yusuf ibn Ayyub, lahir pada 1138 di Tikrit Irak, dari ayah bernama Najm ad-Din Ayyub dan istrinya.

Salahuddin kemudian dibesarkan di Damaskus, Suriah, dan dikenal memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat, agama, sains, dan matematika.

Dia juga tahu banyak tentang orang Arab, dari sejarah, budaya, warisan, dan kuda Arab mereka. Dia juga sangat ahli dalam puisi, terutama puisi yang ditulis oleh penyair Arab Abu Tammam.

Setelah Nuruddin mengambil alih takhta, paman Shalahuddin, Asad al-Din Syirkuh menjabat sebagai komandan pasukan 'Zengid'. Di bawah pengawasan pamannya, Shalahuddin kecil sudah belajar taktik dan strategi militer.

Pada 1164, 'Dinasti Zengid' mengobarkan perang melawan tentara Salib-Mesir yang menyerang dan merebut kota Bilbais.

Tentara 'Zengid' sebagian dipimpin oleh Syirkuh, sedangkan dua bagian lainnya dipimpin oleh Shalahuddin, dan Kurdi.

Dalam perang ini, Shalahuddin yang sudah menjabat sebagai jenderal muda memainkan peran penting dengan mengalahkan Hugh dari Kaisarea, pemimpin pasukan musuh.

Wazir Sunni

Pada 1169 Nuruddin kehilangan Shawar, wazir (Perdana Menteri) dari 'Kekhalifahan Fatimiyah'. Salahuddin kemudian dipilih untuk mengisi kekosongan itu, sesuai keputusan dari Khalifah al-Adid.

Pilihan ini sangat tidak biasa, karena Khilafah diperintah oleh Muslim Syiah. Sementara Salahuddin sebagai wazir baru saat itu adalah seorang Sunni.

Pada 1170, wazir muda ini telah mengonsolidasikan kekuasaannya atas sebagian besar Mesir. Salahuddin mendapat dukungan dari Nuruddin, dan Khalifah 'Dinasti Abbasiyah', al-Mustanjid.

Salah satu pertempuran utamanya pada masa itu adalah perang yang dilancarkan melawan Raja Yerusalem, Amalric, dalam upaya untuk merebut kota Darum dan Gaza.

Ketika al-Adid meninggal pada 1711, Shalahuddin mengambil alih sebagai penguasa 'Dinasti Fatimiyah', dan akhirnya membentuk asosiasi dengan 'Kekhalifahan Abbasiyah'.

Pada 1173, penguasa Aswan meminta bantuan pemimpin baru ini untuk menangkal penjajah dari Nubia. Shalahuddin pun menyanggupi hal itu, dan menyediakan pasukan sebelumnya yang dipimpin oleh Turan-Shah.

Pada tahun yang sama, ayahnya, Ayyub meninggal karena cedera akibat jatuh dari kudanya. Tahun berikutnya, Nuruddin meninggal karena keracunan.

Meski melalui masa-masa berat itu, Salahuddin masih memimpin pasukannya merebut Suriah dan Yaman. Dengan ini, dia mengonsolidasikan posisinya sebagai pemimpin 'Dinasti Ayyubiyah.'

Sultan Mesir dan Suriah

Pada 1175, Salahuddin semakin membuktikan kepemimpinannya dengan merebut kota Homs dan Hama, sehingga membuat jenderal 'Zengid' lainnya berperang melawannya.

Setelah 'Zengid' ditaklukkan, al-Mustadi, khalifah dari 'Dinasti Abbasiyah' pertama kalinya menyatakan Salahuddin sebagai "Sultan Mesir dan Suriah".

Sebagai Sultan yang baru, Salahuddin menaklukkan beberapa daerah lainnya, termasuk daerah Mesopotamia Hulu yang dikenal sebagai Jazira.

Salahuddin kembali ke Mesir pada 1177, untuk mengurus urusan kerajaan di sana. Pada tahun yang sama, dengan 26.000 tentara, dia melancarkan serangan ke Palestina.

Raja Baldwin, pemimpin Tentara Salib menyerang Dataran Tinggi Golan pada April 1179. Tetapi dengan mudah serangan itu dikalahkan oleh pasukan Ayubbid.

Selama 1182-1184, dia menyerang kota Sinjar, Beisan, Beirut, serta Kerak. Setelah dengan mudah menaklukkan mereka dengan pasukannya, Sang Sultan melanjutkan untuk merebut Aleppo.

Dengan penaklukan Aleppo, kekuasaan Sultan Salahuddin Ayyubi atas Suriah diperkuat. Namun, serangannya ke Mosul yang diperintah oleh 'Zengid' sulit dilakukan, karena sekutu kuat menjadi lawannya.

Pada 1186, Salahuddin harus menghentikan usahanya untuk menaklukkan Mosul karena sakit. Dia pun melakukan perjanjian damai yang disepakati oleh 'Ayyubiyah' dan 'Zengid'.

Tahun berikutnya, 'Ayyubiyah' bertempur dalam 'Pertempuran Hattin' melawan Tentara Salib.
Pertempuran bersejarah pada 1187 ini menghasilkan kemenangan Salahuddin, tepatnya 88 tahun setelah Tentara Salib merebut Palestina dari penguasa Muslim.

Pada 1189, Raja Richard melakukan perlawanan untuk ketiga kalinya. Pemimpin Inggris itu bermaksud menaklukkan Kerajaan Yerusalem, di mana mereka memulai dengan serangan ke kota Acre di Israel.

Pada 7 September 1191, pasukan Raja Richard dan 'Dinasti Ayyubiyah' saling berhadapan di 'Pertempuran Arsuf'. Pasukan Salahuddin sempat terpaksa melarikan diri, karena pasukan mereka lebih lemah dari Tentara Salib.

Namun 'Ayyubiyah', bisa membalas keesokan harinya, dan menggagalkan setiap upaya yang dilakukan oleh Raja Richard untuk merebut kembali Yerusalem.

Berbagi sampai akhir

Salahuddin dihormati sebagai pendiri 'Dinasti Ayyubiyah', yang dinamai sesuai nama ayahnya.

Dinasti, di bawah kepemimpinannya, berhasil menaklukkan dan menyatukan Suriah, dan merebut kembali Palestina, setelah dipegang oleh Tentara Salib selama 88 tahun.

Sebagai penguasa 'Ayyubiyah', Salahuddin memiliki beberapa putra, di antaranya, yang paling terkenal adalah, al-Afdal, Az-Zahir Ghazi, Utsman, Mas'ud, dan Yaq'ub.

Pada 4 Maret 1193, Salahuddin Ayyubi meninggal karena demam, di Damaskus, Suriah. Lalu dia dikuburkan di luar 'Masjid Umayyah'.

Sebelum dia meninggal, semua harta miliknya diberikan kepada warga miskin dinastinya. Alhasil dia tidak meninggalkan apa pun untuk sekadar dikuburkan secara layak.

Bahkan setelah wafatnya, Salahuddin sangat dihormati, tidak hanya di negara-negara Muslim, tetapi juga oleh negara-negara di barat. Orang-orang mengingatnya karena kemurahan hati dan kebaikannya.

https://internasional.kompas.com/read/2022/02/15/160000470/biografi-salahuddin-ayyubi-pemimpin-pasukan-islam-selama-perang-salib

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke