Salin Artikel

Sejarah Konflik dalam Hubungan Israel dengan Negara Arab

KOMPAS.com - Sejarah hubungan Israel dengan negara Arab dibalut banyak konflik terutama sejak Israel mendeklarasikan diri sebagai negara berdaulat pada 1948 hingga saat ini. 

Berikut ini rentetan konflik dari hubungan Israel dan negara Arab, seperti yang dilansir dari berbagai media.

1948-1949: Perang Kemerdekaan Israel dan Nakbah Palestina

Pada November 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memilih untuk membagi mandat Inggris atas Palestina menjadi negara Yahudi dan negara Arab. Langkah PBB tersebut dikenal sebagai Resolusi PBB 181, seperti yang dilansir dari Britannica.

Bentrokan segera pecah antara orang Yahudi dan orang Arab di Palestina.

Saat pasukan Inggris bersiap untuk mundur dari Palestina, konflik terus meningkat yang berujung perang antara pasukan Yahudi dan Arab.

Di antara peristiwa yang paling terkenal adalah serangan terhadap desa Arab Dayr Yasn pada 9 April 1948.

Berita tentang pembantaian brutal di sana oleh pasukan Irgun Zvai Leumi dan Gang Stern menyebar luas dan memicu pembalasan.

Beberapa hari kemudian, pasukan Arab menyerang konvoi Yahudi, menewaskan 78 orang.

Menjelang penarikan pasukan Inggris pada 15 Mei 1948, Israel mendeklarasikan kemerdekaan pada 14 Mei 1948.

Keesokan harinya, pasukan Arab dari Mesir, Transyordania (Yordania), Irak, Suriah, dan Lebanon menduduki daerah-daerah di Palestina selatan dan timur yang tidak dibagikan kepada orang-orang Yahudi oleh PBB.

Sementara, Israel memenangkan kendali jalan utama ke Yerusalem melalui Pegunungan Yehuda dan berhasil memukul mundur serangan Arab berulang kali.

Pada awal 1949, Israel berhasil menduduki seluruh Negev hingga bekas perbatasan Mesir-Palestina, kecuali Jalur Gaza.

Antara Februari dan Juli 1949, sebagai hasil dari perjanjian gencatan senjata terpisah antara Israel dan masing-masing negara Arab, perbatasan sementara ditetapkan antara Israel dan tetangganya.

Di Israel, perang ini dikenang sebagai Perang Kemerdekaan. Di dunia Arab, itu dikenal sebagai Nakbah (Bencana) karena banyaknya pengungsi dan orang terlantar akibat perang.

1956: Krisis Suez

Ketegangan meningkat lagi antara Israel dan negara Arab saat naiknya Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, seorang nasionalis Pan-Arab yang gigih.

Nasser mengambil sikap bermusuhan terhadap Israel.

Pada 1956 Nasser menasionalisasikan Terusan Suez, jalur air vital yang menghubungkan Eropa dan Asia yang sebagian besar memiliki kepentingan Perancis dan Inggris.

Perancis dan Inggris menanggapi dengan membuat kesepakatan dengan Israel, di mana Israel akan menyerang Mesir.

Perancis dan Inggris kemudian campur tangan dengan skenario sebagai pembawa damai, dan mengambil kendali atas terusan Suez itu.

Pada bulan Oktober 1956 Israel menginvasi Semenanjung Sinai, Mesir.

Dalam 5 hari tentara Israel merebut Gaza, Rafa?, dan Al-Arish, menahan ribuan tawanan, dan menduduki sebagian besar Semenanjung Sinai di sebelah timur Terusan Suez.

Pada Desember, setelah intervensi gabungan Anglo-Perancis, Pasukan Darurat PBB ditempatkan di daerah tersebut, dan pasukan Israel mundur pada Maret 1957. Pasukan penyangga PBB ditempatkan di Semenanjung Sinai.

Saat itu pasukan Mesir telah dikalahkan di semua lini, tetapi Krisis Suez dilihat oleh orang Arab sebagai kemenangan Mesir.

1967: Perang Enam Hari

Pasukan Arab dan Israel bentrok untuk ketiga kalinya pada 5-10 Juni 1967, yang kemudian disebut sebagai Perang Enam Hari.

Pada awal 1967, Suriah mengintensifkan serangan bom terhadap desa-desa Israel dari posisi di Dataran Tinggi Golan.

Ketika Angkatan Udara Israel menembak jatuh 6 jet tempur MiG Suriah sebagai pembalasan, Nasser mengerahkan pasukannya di dekat perbatasan Sinai, membubarkan pasukan PBB di sana, dan dia kembali berusaha memblokir Eilat.

Pada Mei 1967, Mesir menandatangani pakta pertahanan bersama dengan Yordania.

Israel menjawab serbuan Arab tersebut untuk berperang dengan melancarkan serangan udara mendadak, menghancurkan angkatan udara Mesir di darat.

Israel mendapatkan kemenangan di lapangan. Unit-unit Israel mengusir pasukan Suriah dari Dataran Tinggi Golan, mengambil alih Jalur Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, dan mengusir pasukan Yordania dari Tepi Barat.

1973: Perang Yom Kippur

Pertempuran sporadis yang menyusul Perang Enam Hari kembali berkembang menjadi perang skala penuh pada 1973.

Perang tersebut dimulai pada 6 Oktober 1973, bersamaan dengan perayaan hari suci Yahudi Yom Kippur, sehingga perang itu dinamai Perang Yom Kippur.

Dalam perang ini tentara Arab menunjukkan agresivitas dan kemampuan bertarung yang lebih besar dari pada perang sebelumnya, akibatnya banyak korban yang jatuh di kubu Israel.

Israel bisa membalikkan keadaan dengan mendorong pasukan ke wilayah Suriah dan mengepung Tentara Ketiga Mesir dengan melintasi Terusan Suez dan membangun pasukan.

Namun, Israel tidak pernah mendapatkan kembali benteng di sepanjang Terusan Suez yang telah dikuasai Mesir.

Perang Yom Kippur berakhir pada 26 Oktober 1973, melewati bulan suci Ramadhan.

Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata resmi dengan Mesir pada 11 November dan dengan Suriah pada 31 Mei 1974.

Perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Mesir ditandatangani pada 18 Januari 1974, mengatur penarikan pasukan Israel ke Sinai di sebelah barat jalur Mitla dan Gidi, sementara Mesir akan mengurangi jumlah pasukannya di tepi timur Terusan Suez.

Pasukan penjaga perdamaian PBB dibentuk di antara kedua pasukan. Perjanjian ini dilengkapi dengan kesepakatan lain yang ditandatangani pada 4 September 1975.

Pada 26 Maret 1979, Israel dan Mesir menandatangani perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri keadaan perang yang telah ada antara kedua negara selama 30 tahun.

Di bawah ketentuan perjanjian damai, Israel mengembalikan seluruh Semenanjung Sinai ke Mesir, sebagai imbalannya, Mesir mengakui hak Israel untuk hidup.

Kedua negara kemudian menjalin hubungan diplomatik yang normal.

1982: Perang Lebanon

Pada 5 Juni 1982, kurang dari 6 pekan setelah penarikan penuh Israel dari Sinai, ketegangan meningkat antara Israel dan Palestina.

Israel kirim serangan bom menargetkan pos Organisasai Pembebasan Palestina (PLO) di Beirut dan selatan Lebanon.

Hari berikutnya Israel menginvasi Lebanon, dan pada 14 Juni pasukan daratnya mengepung Beirut.

Namun, pemerintah Israel setuju untuk menghentikan agresi dan memulai negosiasi dengan PLO.

Setelah banyak penundaan dan penembakan besar-besaran oleh Israel di Beirut barat, PLO mengevakuasi kota di bawah pengawasan pasukan multinasional.

Akhirnya, pasukan Israel mundur dari Beirut barat, dan tentara Israel telah ditarik seluruhnya dari Lebanon pada Juni 1985.

2006: Perang Lebanon kedua

Pada Juli 2006, Hezbollah melancarkan operasi melawan Israel dalam upaya untuk menekan dan membebaskan tahanan.

Hezbollah membunuh sejumlah tentara Israel dalam sejumlah serangan dan menangkap dua orang.

Segera, Israel melancarkan serangan balasan ke Lebanon selatan untuk menekan dikembalikannya tentara yang ditangkap.

Perang Israel dan Lebanon berlangsung selama 34 hari dengan menyebabkan lebih dari 1.000 orang Lebanon tewas dan sekitar 1 juta orang lainnya mengungsi.

Beberapa pemimpin Arab mengkritik Hezbollah karena menghasut konflik. Namun, kemampuan Hezbollah untuk menghentikan Pasukan Pertahanan Israel membuatnya mendapat pujian dari sebagian besar dunia Arab.

Desember 2008: Serangan roket

Bersumber dari The Washington Post (2021), Israel memulai serangan 3 minggu di Gaza setelah serangan roket ke Israel oleh militan Palestina, yang dipasok melalui terowongan dari Mesir.

Lebih dari 1.110 warga Palestina dan setidaknya 13 warga Israel tewas.

November 2012: Pembunuhan kepala militan Hamas

Israel membunuh kepala militer Hamas Ahmed Jabari, memicu lebih dari seminggu tembakan roket dari Gaza dan serangan udara Israel.

Setidaknya 150 warga Palestina dan 6 warga Israel tewas.

Juli 2014: Serangan roket

Pembunuhan 3 remaja Israel dekat pemukiman Yahudi di Tepi Barat, yang dituduh dilakukan oleh Hamas, sehingga memicu tanggapan militer Israel.

Hamas dan Israel saling kirim serangan roket. Konflik berlangsung selama 7 minggu menyebabkan lebih dari 2.200 warga Palestina tewas di Gaza. Di Israel, 67 tentara dan enam warga sipil tewas.

Desember 2017: Yerusalem sebagai ibu kota

Pemerintahan Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengumumkan bahwa mereka berencana untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv, yang memicu kemarahan warga Palestina.

2020: Normalisasi hubungan Israel dengan negara Arab 

Pada 2020, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko mengumumkan perjanjian normalisasi yang kontroversial dengan Israel, mengikuti langkah Mesir dan Yordania beberapa dekade lalu, yang masing-masing menandatangani kesepakatan dengan Israel pada tahun 1979 dan 1994.

Selama upacara Gedung Putih pada 15 September, UEA dan Bahrain menandatangani kesepakatan yang disponsori AS, yang secara resmi dikenal sebagai Kesepakatan Abraham, untuk membangun hubungan Israel dengan negara Arab tersebut secara diplomatik resmi, seperti yang dilansir dari Anadolu Agency (2021).

Mei 2021: Konflik di Yerusalem

Polisi Israel di kota Yerusalem memblokir Gerbang Damaskus, tempat berkumpulnya orang-orang Arab selama Ramadhan, yang memicu protes.

Upaya pemukim Yahudi untuk mengusir penduduk lama Arab di Sheikh Jarrah, sebuah lingkungan Arab di Yerusalem Timur, menyebabkan ketegangan meradang, yang mengarah ke bentrokan kekerasan dengan polisi Israel.

Pemuda Arab menyerang Yahudi ultra-Ortodoks di kota, dan ekstremis Yahudi menyerang penduduk Arab.

Semua itu memuncak dalam serangan keras polisi Israel di Masjid Al-Aqsa, situs paling suci bagi umat Islam Yerusalem, terletak di Temple Mount (situs paling suci di dunia bagi orang Yahudi).

Hamas menembakkan roket ke kota itu untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, mendorong Israel untuk membalas dengan serangan udara.

Pertempuran itu, yang paling sengit sejak setidaknya 2014.

Ribuan roket ditembakkan dari Gaza dan ratusan serangan udara di wilayah Palestina, dengan lebih dari 200 tewas di Gaza dan setidaknya 10 tewas di Israel.

Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata pada 20 Mei 2021 yang mulai berlaku pada pukul 2 pagi waktu setempat pada 21 Mei 2021.

Namun, kesepakatan gencatan senjata itu tidak membuat hubungan Israel dengan negara Arab khususnya Palestina membaik, bentrokan lebih kecil terus berlanjut.

https://internasional.kompas.com/read/2021/11/30/105013270/sejarah-konflik-dalam-hubungan-israel-dengan-negara-arab

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke