Salin Artikel

Kenapa Kelompok Teroris Melakukan Bom Bunuh Diri?

KOMPAS.com - Setidaknya ada puluhan warga sipil Afghanistan dan 13 tentara militer AS tewas dalam serangan bom bunuh diri di luar bandara Kabul pada 26 Agustus 2021 yang dilakukan oleh kelompok ISIS-K.

Sekitar 100 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri di masjid kota Kunduz, Afghanistan di tengah shalat Jumat (8/10/2021).

Setidaknya 7 orang tewas dan 8 orang terluka dalam serangan bom bunuh diri di dekat istana presiden di Mogadishu, Somalia.

Dalam pernyataan singkat tak lama setelah serangan, kelompok teroris Al-Shaabab mengeklaim sebagai dalangnya.

Kenapa kelompok teroris melakukan bom bunuh diri?

Melansir Georgetown Public Policy Review (2020), penjelasan populer untuk serangan bom bunuh diri adalah bahwa itu hanyalah taktik murah yang efektif.

Organisasi teroris harus beroperasi melawan musuh yang unggul secara teknologi dan material, yaitu pasukan militer negara dan polisi.

Bom bunuh diri menawarkan cara yang relatif murah untuk mencapai jumlah kematian tinggi, terutama dalam konteks perang asimetris melawan target militer yang relatif sulit.

Penjelasan lain adalah bom bunuh diri dilakukan kelompok militan untuk menggalang dukungan dan mengalahkan lawan.

Mia Bloom, Profesor Komunikasi dan Studi Timur Tengah di Georgia State University, berpendapat bahwa kelompok agama radikal, seperti Hamas dan Jihad Islam Palestina (JIP) menggunakan taktik tersebut untuk dapat mendelegitimasi Otoritas Palestina yang sekuler dan sekaligus menarik orang untuk menyerang Israel.

Ketika permusuhan Palestina terhadap Israel meningkat pada awal 2000-an, demikian pula dukungan untuk kelompok radikal dan taktik bunuh diri.

Bom bunuh diri: budaya kemartiran yang berkembang

Penjelasan yang paling diyakini sebagai penyebab bom bunuh diri adalah bahwa teror itu merupakan cara mengeksploitasi penghormatan ideologis transnasional untuk kemartiran.

Assaf Moghadam, profesor dan direktur urusan akademik di Institut Internasional untuk Kontra-Terorisme, menguraikan teori ini dalam analisisnya tentang "globalisasi kemartiran".

Menurutnya bahwa bom bunuh diri, kadang-kadang menyebabkan keterasingan pada penduduk lokal, seperti serangan bom bunuh diri oleh Al-Qaeda yang telah membunuh warga Irak selama Perang Irak.

Sebab, kelompok militan seperti itu tidak beralih ke taktik untuk melawan penyerbu asing, seperti umumnya teori penawar dan rasionalis.

Kelompok-kelompok militan semakin merekrut pelaku bom bunuh diri dari negara-negara di luar wilayah operasi mereka, dan melakukan serangan di tempat-tempat di mana tidak ada konflik.

Bagi para pelaku bom bunuh diri ini, yang sering lahir, dibesarkan, dan dididik dengan militan, mati sebagai martir adalah bagian dari kesetiaan pada kebangkitan politik transnasional.

Itu menjelaskan mengapa terorisme bom bunuh diri sangat populer di kalangan kelompok ekstremis atau organisasi yang mengaku berperang atas nama agama.

Menurut Database Terorisme Global (GTD) hampir 70 persen organisasi yang menggunakan serangan bom bunuh diri, serta hampir 80 persen kelompok yang telah melakukan lebih dari 3 serangan bom bunuh diri, adalah ekstremis atas nama agama.

Hezbollah, Hamas, dan Al-Qaeda, adalah kelompok-kelompok awal yang menyebarkan taktik dan konsep bom bunuh diri tersebut dan bersekutu atas dasar pemikiran yang sama.

Dari situ bangkitlah “jaringan serangan bom bunuh diri” di antara organisasi-organisasi ekstremis dan rekan-rekan mereka.

Menurut budaya kemartiran, bom bunuh diri memberikan prestise dan keuntungan strategis kepada kelompok-kelompok yang menggunakan taktik tersebut.

Selain itu, memungkinkan individu dan keluarga pelaku bom bunuh diri untuk mendapatkan kehormatan, rasa hormat, dan kadang-kadang keuntungan materi dari organisasi atau negara "sponsor".

https://internasional.kompas.com/read/2021/11/07/215739770/kenapa-kelompok-teroris-melakukan-bom-bunuh-diri

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke