Salin Artikel

Kenapa Manusia Harus Berpakaian?

KOMPAS.com - Model pakaian sekarang bermacam-macam, tetapi terpikirkah sejak kapan manusia berpakaian dan kenapa manusia harus berpakaian?

Ratusan ribu tahun lalu, pakaian mulai digunakan oleh para manusia purba.

Hal itu diyakini dari beberapa petunjuk tentang penggunaan pakaian di situs arkeologi, seperti Gran Dolina di Pengunungan Atapuerca Spanyol yang terhubung dengan kehidupan Homo antecessor (1,2 juta - 800.000 tahun lalu) atau di di Schöningen, Jerman yang terhubung dengan Homo heidelbergensis (600.000 dan 400.000 tahun lalu).

Mengutip dari Sciencefocus.com menyebutkan sebuah studi 2012 memperkirakan bahwa manusia Neanderthal (sekitar 40.000 tahun lalu di Eurasia) mungkin menutupi tubuh mereka dengan pakaian hingga 80 persen untuk bertahan hidup di musim dingin yang keras.

Manusia purba saat itu menggunakan jarum yang terbuat dari tulang dan batu, untuk membuat pakaian yang dijahit.

Pakaian berfungsi sebagai perlindungan diri

Bisa dipahami bahwa manusia zaman purba mulai belajar membuat dan menggunakan pakaian karena mereka butuh melindungi diri dari lingkungan alami, seperti cuaca.

Pakaian melindungi tubuh manusia dari sengatan matahari, terpaan angin, debu yang tertiup, serangga, duri, dan hujan.

Sementara, bahan dan bentuk pakaian tersebut akan menyesuaikan dengan lingkungan yang identik di sana.

Seperti, wanita Mesir kuno mengenakan pakaian berbahan linen yang sangat halus dan terlihat transparan, untuk mendinginkan tubuh dari cuaca panas yang identik di sana.

Orang Romawi kuno yang memiliki toga sebagai pakaian tradisionalnya, menganggap celana panjang orang Eropa Utara adalah gaya barbar.

Sebenarnya, orang Eropa Utara identik menggunakan celana panjang karena iklim di wilayah mereka yang lebih dingin, sehingga mereka butuh untuk menggunakan pakaian yang lebih menutupi badan.

Perlindungan diri menjadi fungsi dasar dari pakaian dan alasan kenapa manusia harus berpakaian. Alasan tersebut kemudian berkembang, seperti yang dilansir dari Bellatory.com.

Pakaian berfungsi sebagai aspek kesopanan

Fungsi kesopanan dari berpakaian sangatlah bervariasi dan tergantung pada tempat seseorang itu berada dan identitas budaya yang bisa saja bergeser di sana.

Seperti contohnya di Timur Tengah di lingkungan mayoritas Muslim, seseorang perlu berpakaian tertutup, tidak bisa sembarangan, terlepas imannya apa, untuk memenuhi aspek kesopanan.

Selain itu, pakaian yang tertutup akan melindungi tubuh dari sengatan matahari yang terik dan angin berpasir, cuaca alami di sana.

Contoh lainnya, pada awal abad ke-20 atau era kerajaan masih berjaya, para bangsawan adalah trendsetter dari standar kesopanan berpakaian masyarakatnya.

Wanita harus berpakaian dengan gaun berlapis dan panjang, jika tidak maka dipandang tidak sopan.

Pakaian berfungsi sebagai identitas gender dan daya tarik

Melewati zaman manusia purba, fungsi pakaian manusia sudah semakin berkembang, sudah tidak lagi sekedar melindungi tubuh, tetapi juga sebagai daya tarik terhadap lawan jenis.

Sepanjang sejarah manusia, seseorang menggunakan pakaian sebagai identitas gender, yang kemudian menjadi media untuk bisa tampil menarik bagi lawan jenisnya.

Pada zaman kuno, panjang jubah tergantung pada jenis kelamin. Di Roma Kuno, pria mengenakan jubah lebih pendek, sedangkan wanita menggunakan yang lebih panjan.

Di Eropa abad pertengahan, pria memakai tunik yang memperlihatkan kaki mereka, sedangkan kaki wanita selalu tertutup.

Kemudian gagasan fungsi pakaian untuk menarik lawan jenis secara seksual dapat berubah seiring waktu.

Misalnya, dahulu bentuk kaki wanita tidaklah menjadi objek daya tarik yang diekspos untuk lawan jenisnya, berbeda dengan zaman modern kini yang kebalikannya.

Kaki ramping dan jenjang memiliki daya tarik tinggi, sehingga pakaian sekarang akan lebih banyak mengekspos bentuk kaki wanita, seperti celana jins ketat, celana pendek, rok atau gaun pendek.

Di zaman kerajaan, celana panjang itu adalah pakaian konyol dan tidak feminin bagi wanita.

Pakaian berfungsi sebagai pernyataan status

Manusia berpakaian memiliki fungsi juga untuk menunjukkan statusnya dalam hierarki sosial agar dapat mudah dikenali.

Pakaian dengan gaya, kain, warna, tutup kepala, dan ornamen tertentu sangat berbeda antarorang, yang dapat menunjukkan ragam tingkat sosial ekonomi.

Perbedaan status mungkin tampak sangat jelas ketika kita melihat potret seorang raja dan ratu dibandingkan dengan seorang petani.

Hari ini, ketika kita semua berpakaian dengan cara yang sama, yang akan membedakan adalah kualitas bahan yang digunakan dan produsen pakaiannya. Semakin berkualitas bahan pakaian, semakin tinggi status sosial ekonominya.

Bersamaan dengan status, pakaian juga akan menunjukkan tingkat beban tanggung jawab seseorang dalam suatu lingkungan organisasi atau instansi.

Ketika orang-orang berkumpul di dalam pabrik, orang luar akan bisa menentukan seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi dan bertanggung jawab atas kegiatan di sana.

Para pekerja pabrik akan menggunakan pakaian pelindung dan utilitas yang kuat, dan dengan mudah dikenali bahwa bosnya adalah yang menggunakan pakaian lebih ringan dan formal, seperti setelan kemeja.

Status di sini tidak hanya mengacu pada posisi sosial ekonomi, tetapi juga pekerjaan seseorang untuk memudahkan orang lain yang membutuhkan.

Hal itu dapat dipahami kenapa dokter, suster, tentara, polisi, atau pegawai layanan masyarakat lainnya harus berpakaian khusus untuk dapat dikenali dengan mudah status pekerjaan dan tugas mereka.

Begitu pula di acara pernikahan, pasangan pengantin didandani berpakaian lebih menonjol dari pada biasanya, karena menandai momen istimewa sekali seumur hidup dan agar bisa dibedakan dengan para tamunya.

Pakaian berfungsi sebagai pernyataan pernyataan politik

Manusia berpakaian sering kali difungsikan juga sebagai pernyataan identitas ideologi atau politik seseorang.

Di Amerika, dasi merah menunjukkan seorang pendukung Partai Republik (Republikan), sementara dasi biru berarti pemakainya adalah seorang pendukung Partai Demokrat.

Sekitar 200 tahun, tampilan Bohemia telah menunjukkan bahwa pemakainya menentang produksi massal dan merangkul akivitas daur ulang, kerajinan tangan, dan individualitas artistik.

Selama masa perang dunia, tampilan militer menjadi rujukan gaya populer pakaian orang pada umumnya. 

Pembatasan kain pada Perang Dunia II kemudian memperkenalkan hemline yang lebih pendek, alas kaki non-kulit, dan hiasan pakaian yang lebih sedikit dari pada sebelumnya.

Sebelum perang dunia, kolonial Amerika mengimpor tekstil karena lebih ekonomis untuk mengekspor produk pertanian dan kayu.

Namun, Revolusi Amerika dan boikot produk-produk Inggris mendorong para wanita untuk membuat kain tenunan sendiri. Pakaian tenunan sederhana menjadi pernyataan patriotik.

Saat Revolusi Komunis di China bergelora, jaket Mao Zedong menjadi ikon umum yang dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan dukungan politik mereka. 

Sama halnya, seperti kemeja kotak-kotak berwarna merah-biru yang pernah hits pada massanya di Indonesia, saat Jokowi-Ahok pertama kali mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Banyak pendukung politik pasangan tersebut berpakaian kemeja kotak-kotak merah-biru di setiap kampanye.

https://internasional.kompas.com/read/2021/10/29/141900870/kenapa-manusia-harus-berpakaian

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke