Salin Artikel

Sejarah Hak Veto PBB dan Kontroversi di Baliknya

KOMPAS.com - Hak veto atau veto power dalam PBB adalah hak istimewa.

Ini hanya dimiliki anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Situs resmi PBB menyebut, hak veto dimiliki lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni
Amerika Serikat, Inggris, Rusia, China, dan Perancis.

Kelima negara itu bisa mendapat hak veto, yakni hak membatalkan keputusan yang dihasilkan Dewan Keamanan PBB.

Sejarah Hak Veto

Dilansir berbagai sumber, hak veto diterapkan di organisasi internasional sebelum PBB, Liga Bangsa-bangsa (LBB). Di LBB, setiap anggota punya hak veto terhadap keputusan non-prosedural.

Setiap keputusan yang dihasilkan pun harus disetujui seluruh anggota.

Setelah LBB bubar, negara-negara kubu Sekutu dalam Perang Dunia II sepakat membentuk PBB.

Tiga negara pemrakarsa yakni Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet bertemu dan merumuskan pembentukan PBB di Dumbarton Oaks (Agustus-Oktober 1944) dan Yalta (Februari 1945).

Setelah China bergabung, keempat pempimpin negara sepakat prinsip konsensus. Artinya, semua kebijakan yang dihasilkan harus berdasarkan persetujuan semua pihak.

Kontroversi Hak Veto

Jurnal The American Political Science Review Volume 39 No 5 yang diterbitkan pada Oktober 1945 mencatat, hak veto sempat diperdebatkan dalam pembentukan PBB.

Di Konferensi San Francisco yang melahirkan Piagam PBB, delegasi AS bersikukuh prinsip konsensus harus dicantumkan dalam piagam.

Negara-negara kecil memprotes hak veto yang dimiliki lima negara pemrakarsa PBB.

Senator AS Conally merobek salinan Piagam PBB. Dia berkata ke perwakilan-perwakilan negara-negara kecil bahwa kalau tak ada hak veto, maka tak ada PBB.

"Silakan menolak hak veto. Pulang dari konferensi ini dan sampaikan bahwa Anda berhasil menolak hak veto. Tapi apa jawaban Anda ketika ditanya 'Di mana Piagam PBB?'" kata Conally.

Di Piagam PBB, hak veto memang tidak disebutkan secara eksplisit.

Namun di Pasal 27 disebut semua urusan prosedural Dewan Keamanan harus diputuskan bersama-sama oleh lima anggota tetap.

Artinya, jika ada satu saja yang menolak, maka keputusan tidak bisa dibuat.

Kritik Hak Veto

Dalam perkembangannya, hak veto sering dipakai anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk melindungi kepentingannya sendiri.

Riset PBB menyebut, dari 1946 hingga Juli 2019, negara yang paling banyak menggunakan hak vetonya adalah Uni Soviet (Rusia) dengan 141 veto terhadap resolusi Dewan Keamanan.

Menyusul AS (83), Inggris (32), Perancis (18), dan China (14).

Penggunaan hak veto sangat bergantung pada kondisi politik. Di tahun 1960-an misalnya, ketika banyak negara-negara koloni memerdekakan diri, mereka memilih berseberangan dengan negara Barat.

AS, Inggris, dan Perancis terpaksa menggunakan hak vetonya.

Begitu pula ketika Perang Dingin di tahun 1970-an, AS dan Uni Soviet saling menggunakan hak veto.

Setelah Perang Dingin berakhir dan Uni Soviet bubar, Dewan Keamanan jarang berbeda pendapat dan hak veto tak banyak digunakan.

Dalam 10 tahun terakhir, hak veto banyak digunakan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.

AS kerap memveto keputusan yang mendukung Palestina dan merugikan Israel.

Pada 20 Desember 2019, Rusia dan China memveto bantuan kemanusiaan untuk Suriah lewat perbatasan Irak dan Turki.

Banyak negara lain berharap keistimewaan hak veto dihapus karena dinilai tidak demokratis.

Satu negara pemegang hak veto bisa mengacaukan kebijakan yang diputuskan Dewan Keamanan.

Karena itu ada usulan kelompok Accountability, Coherence, and Transparency (ACT) bagi perumusan Code of Conduct serta inisiatif Perancis dan Meksiko terkait pembatasan penggunaan veto.

https://internasional.kompas.com/read/2021/10/21/171610170/sejarah-hak-veto-pbb-dan-kontroversi-di-baliknya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke