Salin Artikel

Inspirasi Energi: Bagaimana jika Seantero Gurun Sahara Dipasangi PLTS?

KOMPAS.com – Gurun Sahara merupakan gurun terluas di dunia, melewati 10 negara yang berbeda dan memiliki tiga zina waktu yang berbeda.

Jika Gurun Sahara adalah sebuah negara, maka akan menjadi negara terbesar kelima di dunia, lebih besar dari Brasil dan sedikit lebih kecil dari China dan AS.

Gurun yang terletak di Benua Afrika ini selalu menerima paparan sinar matahari karena terletak tepat di bawah garis balik utara.

Karena terletak di garis balik utara, sinar matahari sepanjang tahun akan jatuh di Gurun Sahara.

Selain itu, awan di Gurun Sahara juga hampir atau bahkan tidak pernah terbentuk sehingga sinar matahari tidak pernah terhalangi.

Dengan kondisi seperti itu, Gurun Sahara menjadi tempat yang ideal untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Menurut perkiraan NASA, setiap meter persegi Gurun Sahara menerima rata-rata antara 2.000 hingga 3.000 kilowatt-jam energi matahari per tahun.

Karena luas Gurun Sahara sekitar 9 juta kilometer persegi, itu berarti total potensi enegri matahari di sana lebih dari 22 miliar gigawatt-jam setahun.

Dalam tulisannya di The Conversation, Profesor Sistem Rekayasa Intelijen dari Nottingham Trent University Amin Al-Habaibeh menulis bahwa potensi energi surya di Gurun Sahara sangat besar.

Profesor Al-Habaibeh memperkirakan, output energi listrik yang dihasilkan jika Gurun Sahara dipasangi PLTS akan setara dengan lebih dari 36 miliar barel minyak per hari.

Gurun Sahara berpotensi menghasilkan lebih dari 7.000 kali kebutuhan listrik Eropa dan hampir tidak ada emisi karbon.

Selama sekitar 10 tahun terakhir, para ilmuwan menganalisis apakah PLTS di Gurun Sahara dapat memenuhi permintaan energi lokal dan akhirnya memberi daya pada Eropa.

Al Habaibeh memaparkan ada dua teknologi pembangkit listrik yang bisa diterapkan untuk Gurun Sahara.

Keduanya yakni tenaga surya terkonsentrasi atau concentrated solar power (CSP) dan panel surya biasa.

CSP menggunakan lensa atau cermin untuk memfokuskan energi matahari di satu titik.

Titik ini kemudian menjadi sangat panas kemudian memanaskan heat engine (biasanya ketel uap) dan menghasilkan listrik melalui turbin uap konvensional.

Beberapa sistem CSP menggunakan garam cair untuk menyimpan energi yang memungkinkan listrik dapat diproduksi di malam hari.

Sementara itu, panel surya dapat langsung mengubah energi surya menjadi energi listrik.

Baik CSP dan panel surya sebenarnya memiliki kelemahan, kata Profesor Al Habaibeh dalam tulisannya.

Dalam CSP, lensa dan cermin rawan tertutup oleh badai pasir, sedangkan turbin dan sistem pemanas uap tetap merupakan teknologi yang kompleks.

Kelemahan paling utama dari teknologi ini adalah penggunaan sumber daya air yang langka di daerah gurun.

Sedangkan kelemahan panel surya adalah ketika panel menjadi terlalu panas, efisiensinya menurun.

Panel surya tidak ideal di wilayah ketika mana suhu musim panas dapat mencapai 45 derajat Celcius bahkan di tempat teduh sekali pun.

Kendati demikian, sejumlah peneliti mengkhawatirkan efek jangka panjang bila Gurun Sahara dikembangkan sebagai situs PLTS.

Peneliti Geografi Fisik dari Universitas Lund Zhengyaou Lu dan Direktur Penelitian di Hawkesbury Institute for the Environment Western Sydney University Benjamin Smith menulis bahwa dari seluruh sinar matahari yang diserap, panel surya hanya mengubah sekitar 15 persennya yang kemudian diubah menjadi listrik.

Sisanya dikembalikan ke lingkungan sebagai panas, kata kedua ilmuwan tersebut dalam tulisannya di The Conversation.

Panel surya biasanya jauh lebih gelap daripada tanah yang mereka tutupi. Sehingga, pemasangan panel yang sangat luas akan menyerap banyak sinar matahari dan memantulkannya ke atmosfer sebagai panas.

Jika PLTS berskala sangat besar dibangun di Gurun Saharam dikhawatirkan panas yang terbuang ke atmosfer dari panel surya akan sangat banyak. Hal ini memiliki efek regional, bahkan global, pada iklim.

Menurut permodelan yang dibuat Zhengyaou dan Smith, jika 20 persen “saja” wilayah Gurun Sahara ditutupi panel surya, dampaknya sudah terasa.

Panas yang dipancarkan kembali oleh panel surya menciptakan perbedaan suhu yang curam antara daratan dan lautan di sekitarnya.

Hal ini pada akhirnya menurunkan tekanan udara permukaan dan menyebabkan udara lembab naik dan mengembun menjadi tetesan hujan.

Curah hujan di Sahara akan meningkat dan membuat wilayah itu menjadi hijau. Namun, ada efek yang tidak diinginkan di berbagai belahan bumi.

Memasang PLTS di 20 persen Gurun Sahara, menurut permodelan Zhengyaou dan Smith, akan meningkatkan suhu lokal di gurun sebesar 1,5 derajat Celcius.

Jika kapasitasnya dinaikkan menjadi 50 persen, suhu di Gurun Sahara akan naik 2,5 derajat Celcius.

Pemanasan di gurun ini dapat menyebar ke seluruh dunia oleh atmosfer dan pergerakan laut, meningkatkan suhu rata-rata dunia sebesar 0,16 derajat Celcius untuk cakupan 20 persen dan 0,39 derajat Celcius untuk cakupan 50 persen.

Kenaikan suhu global akibat pemanasan di Gurun Sahara tidak seragam. Daerah kutub akan lebih hangat daripada daerah tropis, meningkatkan hilangnya es laut di Kutub Utara.

Peningkatan panas di Gurun Sahara juga mengatur ulang sirkulasi udara dan laut global yang memengaruhi pola curah hujan di seluruh dunia.

Curah hujan lebat yang biasa terjadi di daerah tropis, yang menyumbang lebih dari 30 persen curah hujan global dan mendukung hutan hujan Amazon dan Cekungan Kongo, bergeser ke utara.

Untuk wilayah Amazon, ini menyebabkan kekeringan karena lebih sedikit uap air yang datang dari laut.

Model yang dibuat Zhengyaou dan Smith juga memprediksi siklon tropis lebih sering menghantam pantai Amerika Utara dan Asia Timur.

Bahkan, ada beberapan perubahan iklim regional di bawah skenario pengembangan PLTS di Gurun Sahara.

Kendati demikian, masih ada beberapa komponen yang belum dikuak oleh permodelan yang dibuat oleh dua ilmuwan tersebut.

Sahara yang lebih hijau dapat menimbulkan efek global yang lebih besar. Solusi memasang PLTS di Gurun Sahara memang dapat membantu transisi energi.

Tetapi studi lanjutan mengenai dampaknya seperti yang dilakukan Zhengyaou dan Smith menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan berbagai efek terhadap atmosfer, lautan, dan permukaan bumi.

https://internasional.kompas.com/read/2021/09/27/130100670/inspirasi-energi-bagaimana-jika-seantero-gurun-sahara-dipasangi-plts

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke