Salin Artikel

Di Ethiopia, Sekarang Masih Tahun 2014, Kok Bisa?

Kalender mereka tertinggal tujuh tahun, ada 13 bulan dalam satu tahun, dan juga dikenal sebagai tujuan hijrah sahabat Nabi Muhammad pada abad ke-7, sebelum hijrah besar ke Madinah.

Nabi Muhammad meminta sejumlah sahabat pergi ke sana karena menghadapi persekusi dari penguasa Mekkah.

Sejarah juga menunjukkan Ethiopia adalah satu-satunya negara di benua Afrika yang tidak pernah dijajah oleh kekuatan Barat.

Upaya Italia menginvasi negara ini berakhir dengan kekalahan yang memalukan.

Selain itu, warga Ethiopia meyakini Ark of the Covenant, tabut berisi perintah Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa berada di negara mereka, tepatnya tersimpan di dalam bangunan Our Lady Mary of Zion Church, di kota Axum, di kawasan Tigray.

Apa saja hal-hal unik yang terjadi di Ethiophia?

Kalender tertinggal tujuh tahun delapan bulan

Tahun 2021 sudah lebih setengah jalan dan sudah memasuki September, namun bagi warga Ethiopia, mereka baru saja memasuki tahun 2014.

Sistem penanggalan yang dipakai Ethiopia memang tujuh tahun dan delapan bulan lebih lambat dibandingkan kalender Masehi, yang dipakai di banyak negara.

Itu semua disebabkan karena ketika Gereja Katolik mengubah penghitungan pada tahun 500, Gereja Ortodok di Ethiopia tidak mengikuti langkah tersebut dan akibatnya, sistem kalender mereka menjadi tertinggal jika dibandingkan dengan kalender Masehi.

Perbedaan lain adalah, dalam satu tahun, Ethiopia memiliki 13 bulan, bukan 12 bulan seperti dalam kalender Masehi.

Di Ethiopia, satu bulan terdiri dari 30 hari, dan sisa lima atau enam hari -- tergantung apakah tahun itu kabisat atau bukan -- dimasukkan ke bulan yang ke-13.

Yang juga berbeda adalah sistem waktu. Jika kita memulai waktu pada pukul 00.00, maka warga di sana memulai waktu pada pukul 06.00 pagi.

Karenanya, sangat terbuka kemungkinan ketika Anda mengajak kawan di sana untuk minum kopi pukul 10.00 pagi, bisa jadi ia muncul pada pukul 16.00 sore.

Satu-satunya negara Afrika yang tak pernah dijajah

Pada 1895, Italia pernah mencoba menginvasi Ethiopia, yang ketika itu lebih dikenal dengan nama Abyssinia. Namun upaya ini berakhir dengan kekalahan memalukan.

Sebelumnya Italia berhasil menjajah negara tetangga Eritrea setelah perusahaan pengapalan Italia membeli kota pelabuhan di Laut Merah.

Ketidakpastian politik setelah kematian kaisar Ethiopia Yohannes IV pada 1889 memungkinkan Italia menguasai kawasan dataran tinggi di sepanjang pantai.

Namun beberapa tahun kemudian, saat Italia mencoba masuk lebih jauh ke wilayah Ethiopia, tentara Italia berhasil dipukul mundur dalam Pertempuran Adwa.

Empat brigade tentara Italia dikalahkan hanya dalam hitungan jam pada 1 Maret 1896 oleh tentara kaisar Ethiopia, Manelik II.

Italia dipaksa menandatangani perjanjian yang mengakui Ethiopia sebagai negara merdeka, meski beberapa dekade kemudian pemimpin fasis Italia Benito Mussolini melanggar isi perjanjian ini dan menduduki Ethiopia selama lima tahun.

Salah satu penerus Manelik, Kaisar Haile Selassie, memanfaatkan kemenangan atas Italia untuk mendirikan Organisasi Uni Afrika -- sekarang bernama Uni Afrika -- dan menjadikan ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, sebagai markas organisasi kerja sama regional ini.

Saat meluncurkan Organisasi Uni Afrika pada 1963, Selassie mengatakan, "Kebebasan kita tidak ada artinya kecuali jika semua negara Afrika bebas [dari penjajahan]."

Ketika itu memang hampir semua benua ini dikuasai oleh kekuatan Eropa.

Ia mengundang para pejuang kemerdekaan di Afrika untuk mengikuti pelatihan di Ethiopia, termasuk Nelson Mandela dari Afrika Selatan.

Mandela diberi paspor Ethiopia yang memungkinkannya melakukan perjalanan ke seluruh kawasan di benua pada 1962.

Ia pernah menulis bahwa Ethiopia memiliki tempat yang sangat mendalam dalam dirinya.

Komunitas Muslim pertama di luar Arab Saudi

Saat sejumlah sahabat Nabi Muhammad menghadapi persekusi di Mekkah pada abad ke-7, Nabi meminta mereka untuk hijrah ke Abyssinia.

Nabi Muhammad mengatakan di Abyssinia ada seorang raja yang tidak mentolerir ketidakadilan. "... di sana ada seorang raja yang tak seorang pun dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya...," demikian kata Nabi Muhammad.

Nabi sedang dalam fase menyebarkan Islam di Mekkah dan aktivitasnya ini dianggap sebagai ancaman oleh para penguasa di kota itu.

Atas nasihat Nabi, sekelompok kecil sahabat hijrah ke kerajaan Aksum yang wilayahnya mencakup kawasan yang saat ini bernama Ethiopia dan Eritrea.

Di kerajaan yang dipimpin penguasa Kristen ini, para sahabat Nabi diterima dengan baik dan bisa menjalankan Islam tanpa gangguan.

Sekelompok kecil sahabat Nabi ini diyakini tinggal di desa bernama Negash, di wilayah yang saat ini dikenal dengan Tigray.

Mereka bermukim di Negash dan mendirikan masjid, salah satu yang tertua di Afrika. Tahun lalu, masjid al-Negashi dibom saat pecah pertempuran di Tigray.

Warga di Negash meyakini 15 sahabat Nabi dimakamkan di sini.

Dalam sejarah Islam, kepindahan sejumlah sahabat Nabi ke Aksum dikenal sebagai hijrah yang pertama sebelum hijrah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.

Saat ini, sekitar 34 persen penduduk Ethipia -- dari total 115 juta jiwa -- memeluk agama Islam.

Tabut Perjanjian Nabi Musa

Warga Ethiopia meyakini Ark of the Covenant, tabut atau peti berisi loh (kepingan batu) bertuliskan 10 Perintah Allah untuk bangsa Israel yang diwahyukan melalui Nabi Musa berada di negara mereka.

Gereja Ortodok Ethiopia mengatakan tabut tersebut berada di dalam bangunan Our Lady Mary of Zion Church dengan pengawalan yang sangat ketat dan tak seorang pun boleh melihatnya.

Dikisahkan, Ratu Sheba mengadakan perjalanan dari Aksum ke Yerusalem untuk menemui Raja Sulaiman (Salomo) pada sekitar tahun 950 SM.

Perjalanan dan pertemuan antara Ratu Sheba dan Raja Sulaiman dikisahkan di epik Kebra Nagast, salah satu karya sastra Ethiopia, yang ditulis pada abad ke-14.

Dikisahkan pula Ratu Sheba memiliki anak laki-laki yang diberi nama Menelik dan bagaimana beberapa tahun kemudian Menelik pergi ke Yerusalem untuk menemui sang ayah, Raja Sulaiman.

Sulaiman ingin Menelik menetap di Yerusalem dan menggantikannya sebagai penguasa saat ia meninggal, namun Menelik lebih memilih kembali ke Aksum.

Sulaiman setuju dan memberi izin Menelik pulang dengan pengawalan satu kafilah Israel, satu orang di antaranya mencuri tabut, dengan mengganti tabut asli dengan yang palsu.

Ketika Menelik mengetahuinya, ia setuju tabut ini tetap berada di Ethiopia, karena meyakini sebagai kehendak Tuhan.

https://internasional.kompas.com/read/2021/09/17/192544670/di-ethiopia-sekarang-masih-tahun-2014-kok-bisa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke